google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 DIBEBASKAN! (SERI 112) | Silat Naga Jawa

DIBEBASKAN! (SERI 112)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

"BAGAIMANA mau melejit kalau leher sudah tertempel dua pedang Sepasang Rubah dari Sungai Kuning?"

"Tentu maksudku sebelum pedang menempel itu. Tidak mungkinlah orang-orang berbaju ringkas yang disebut pendekar ini tak mendengar kedatangan dua perompak itu. Cuih!"
    Rupanya dia meludah. Dengan begitu aku tahu terdapat jarak antara para pengawal istana dan golongan hitam yang diperbantukan dalam penjagaan. Kukira belum pernah ada kerawanan yang begitu gawat seperti keadaan sekarang ini. Kukira siasat menggunakan pencuri untuk menangkap pencuri tidak terlalu keliru, jika dimanfaatkan untuk mencari pencuri yang telah membawa pergi barang curiannya keluar dari istana, dan hilang tanpa kejelasan ke mana perginya.

     Namun membawa para pencuri masuk ke dalam istana, ke dekat benda-benda langka dan berharga yang hanya akan membangkitkan gairah untuk mencurinya pula, justru membuat peluangnya untuk tercuri semakin besar bukan?

"Aku lebih suka menangkap dan menawan Sepasang Rubah itu daripada para pendekar ini, meskipun kita belum tahu juga tujuan mereka kemari."

"Ya aku juga muak dengan para perompak itu, merekalah yang kepalanya mesti kita penggal dan gantung di gerbang selatan."

"Dasar orang-orang kebiri! Jaringan mereka begitu kuat membelenggu leher maharaja!"

"Psst! Jangan keras-keras! Tembok pun bertelinga di sini..."


"Ah, aku sudah berpura-pura di depan mereka. Yang terbaik adalah bersikap jujur bahwa kita tidak suka terhadap mereka! Apa mereka pikir kalau sudah memotong kemaluan lantas boleh meminta kerajaan? Sayang sekali maharaja tampaknya sangat tergantung kepada mereka."

Sementara mereka asyik bercakap-cakap, Yan Zi berbicara kepadaku melalui Ilmu Bisikan Sukma.

"Kita bukan hanya belum tahu di mana pedang itu berada, sekarang pedang di tanganku pun hilang tak tentu tujuannya."

"Apakah kamu menguasai mantra pedang itu?"

     Setiap senjata bertuah pasti ada mantranya. Tanpa mantra, pedang itu bisa melukai penggunanya sendiri, jika tidak malah membuatnya terbunuh sekalian.

"Ya, aku menguasainya."

"Berarti kamu dapat mencarinya."

     Namun mantra itu tidak berlaku bagi Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri, karena mantra itu hanya akan menghubungkan keduanya jika diucapkan di depan keduanya dalam waktu bersamaan.

"Bagaimana dengan teman kita?"

Maksudnya tentu Kipas Sakti. Jika kami meloloskan diri, tentu Kipas Sakti yang akan dibantai. Apa yang harus kami lakukan?

Angin bertiup kencang sekali. Di antara suara angin yang sangat kencang itu, kudengar suara langkah dari sosok tubuh yang berkelebat . Siapakah dia? Kawan atau lawan?

***

     Waktu angin berhenti tak terdengar suara apa-apa lagi. Lantas terdengar suara tapak mendekat pelahan.

"Ssst! Kalian akan kubebaskan! Tapi jangan bikin keributan! Anggukkan kepala jika mengerti..."

    Tentu kami berdua menganggukkan kepala. Lantas ikatan kain yang menutupi mata dan tali yang mengikat tangan kami dengan dua kali sabetan, terbuka. Terlihatlah suatu sosok berbusana ringkas serbahitam yang menutupi wajahnya dengan kain, sehingga hanya matanya sajalah yang terlihat. Ia menggenggam sebilah pedang melengkung yang pendek.

Kulihat Yan Zi juga sudah dibuka ikatan matanya, dan langsung bertanya, "Siapakah dikau?"

"Diriku yang harus kalian temui ," jawabnya, "kuharap kalian memegang janji untuk tidak membuat keributan. Sekarang ikutilah daku."

    Suaranya seperti kukenal, tetapi aku tak terlalu yakin karena teredam kain, atau jangan-jangan ia memang sengaja mengubah suaranya. Ia melejit ke atas dan kami mengikutinya. Di atas, lima puluh pengawal istana tergeletak seperti telah ditotok. Kuharap ia menguasai pula Totokan Lupa Peristiwa supaya ketika tersadar para pengawal itu tak pernah tahu bahwa ada yang keliru. Rupa-rupanya sosok berbusana serbahitam yang hanya terlihat matanya itu dapat menangkap jalan pikiranku.

"Ya, aku memberi mereka Totokan Lupa Peristiwa, mereka tidak akan pernah ingat kejadian ini."

    Tetapi bagaimana dengan lima puluh pengawal istana yang lain? Mereka semua tentu ingat bahwa pasukan pengepung kami telah dibagi dua, karena separonya menyaksikan pertarungan antara Panglima Zhen dan Jagal Maut. Lagi-lagi seperti mengetahui pikiranku, sosok berbusana serbahitam yang hanya terlihat matanya itu berkata.

"Sisanya menjadi tugas kita bertiga," katanya.

    Namun bukan itulah masalahnya, apabila ternyata Yan Zi menemukan Kipas Sakti tergeletak, bukan sebagai orang yang kena totok, tetapi sudah tidak bernyawa lagi! (bersambung) 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "DIBEBASKAN! (SERI 112)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari