google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 AKAL BULUS SEORANG PERAYU (SERI 292) | Silat Naga Jawa

AKAL BULUS SEORANG PERAYU (SERI 292)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

    AKU sudah mendengar cerita Panah Wangi tentang Pangeran Song. Siapa yang bisa mengingkari bahwa Panah Wangi cantik jelita tiada tara. Namun sebagai pengembara dalam dunia persilatan, ia menutupi kecemerlangan wajahnya dengan segala cara. Mulai dari mengenakan caping lebar, menutupi wajah dengan kain dan hanya kelihatan matanya, sampai mengenakan kerudung seperti penderita penyakit kusta.

     Tetapi, semakin meningkat umurnya, semakin ia merasa tiada perlu menutup-nutupi wajahnya, karena merasa dirinya sudah menjadi wanita tua. Dengan busana ringkas untuk lelaki yang dikenakannya, juga tentu senjata-senjatanya, perhatian terhadap wajahnya memang sedikit banyak teralihkan, meskipun tidak berarti keberadaan parasnya terabaikan.

     Namun apalah yang bisa menjadikannya sekadar sebagai seorang wanita tua dalam usia 30 tahun bukan? Tidak pula sebuah gelanggang pertarungan bisa memudarkan kecantikannya, ketika capingnya hancur berkeping-keping dan wajahnya yang gilang-gemilang mendadak hadir bagaikan besi berani yang menarik serbuk-serbuk besi di sekitarnya.

     Ya, Pangeran Li Song, putra mahkota yang setiap keinginannya tidak bisa tak dipenuhi telah terhisap besi berani bernama Pendekar Panah Wangi, dan kini menghendakinya sebagai pengawal pribadi. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kedudukan pengawal pribadi sering menjadi tempat penyimpanan kekasih gelap. Semula terjadi dengan pengawal pribadi para putri istana, tetapi kemudian peran pengawal pribadi sebagai kekasih ini juga bisa dijalani perempuan pengawal, apabila yang dikawalnya bukanlah putri, melainkan putra-putra istana.

     Putra Mahkota Pangeran Song menikahi Putri Xiao pada 781, dan terkenal sebagai pengawal yang bersama adiknya, Pangeran Li Yi, melindungi Maharaja Dezong dalam pelarian ke Fengtian tahun 783, ketika pasukan perbatasan dari Lingkar Jingyuan memberontak.

     Pemimpin pemberontak Panglima Zhu Ci yang mengangkat diri menjadi maharaja negeri baru Qin, mengepung dan menyerang Fengtian dengan tiada hentinya, dan adalah Pangeran Song yang dengan segala daya memimpin pertahanannya. Adalah Pangeran Song pula yang disebut begitu peduli kepada para prajurit dan mengunjungi mereka yang terluka.

     Namun, pada 787 ia menceraikan Putri Xiao akibat perilaku liar Putri Gao, ibu mertuanya yang merupakan putri mahkota dari pemerintahan terdahulu, yang membuat Maharaja Dezong kemudian membunuhnya ketika Pangeran Song sedang sakit. Maharaja bahkan pernah berpikir untuk menggantikannya dengan Pangeran Li Yi sebagai putra mahkota. Hubungan Dezong dengan putra mahkotanya itu baru membaik pada tahun 795. Jadi baru tiga tahun lalu, seperti terlihat dari suatu perkara lain yang ceritanya kutunda dulu. Masalah nyata sedang berada di depan mata.

''Mohon ampun! Sudilah menjadi pengawal pribadi! Sudilah!"

''Kurang ajar! Menyuruh aku menjadi gundik! Kupenggal kepalamu!''

''Mohon ampun! Bukan menjadi gundik! Hanya pengawal pribadi! Percayalah! Jika tidak terbukti, silakan penggal kepala saya! Percayalah Puan Pendekar! Percayalah!"

''Aku tidak percaya!''

''Aku percaya.''

Panah Wangi dengan terkejut dan setengah marah menoleh.

''Pendekar Tanpa Nama! Apa maksudmu?"

    Kuberi tanda agar ia bersabar dan mendekat. Perbincangan kami tidak perlu didengar utusan Pangeran Song yang berilmu tinggi itu. Ia masih menyungkum tanah untuk menunjukkan tanda kesungguhan.

''Pangeran Song terkenal beradab, menggemari seni, dan juga selalu berlatih menuliskan huruf-huruf dengan indah. Kurasa ia tidak akan memaksa dirimu untuk menjadi kekasihnya jika ia jatuh cinta kepadamu. Pertarunganmu dengan orang itu membuktikan bahwa dirimu diuji untuk mencari pengawal pribadi.''

Panah Wangi meludah. Cuih!

''Jangan terlalu percaya peradaban! Cuma akal bulus seorang perayu!"

    Panah Wangi mungkin benar. Namun aku juga mungkin tidak keliru, bahwa Pangeran Song sungguh-sungguh jatuh cinta dan berusaha dengan segala cara mendekatkan Panah Wangi kepada dirinya. Barangkali aku pun hanya terdorong dengan semangat memata-matai, yakni masuk ke tempat yang paling dalam di dalam kehidupan istana, karena suatu rahasia yang telanjur kudengar tetapi tidak pernah kuungkapkan. Jadi aku harus membuang pikiranku.

    Betapapun utusan Pangeran Song itu memang memaksa, dengan mengandalkan ketinggian ilmunya. Aku teringat rahasia itu. Terbetik dalam kepalaku, bagaimana kalau dia ternyata bukan utusan Pangeran Song?

''Katakan saja 'tidak' dan kita pergi sekarang," kataku, meski yang kulakukan sebetulnya siap bertarung.

    Kulihat orang yang menyungkum tanah itu mengangkat kepalanya. Dari dalam kerudung yang menyembunyikan wajahnya itu, sepasang mata menatapku dengan tajam, dan aku merasakan adanya suatu bahaya serangan! (bersambung) 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "AKAL BULUS SEORANG PERAYU (SERI 292)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari