google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 TITIK LEMAH SEORANG PENDEKAR (SERI 275) | Silat Naga Jawa

TITIK LEMAH SEORANG PENDEKAR (SERI 275)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

SATU orang saja yang bersuara tetapi Panah Wangi mengetahui betapa dirinya dikepung dari delapan arah. Panah Wangi tersenyum penuh penghinaan.

"Hmmh! Apakah masih cukup besar hadiahnya jika harus dibagi delapan?"

Api semakin mendekati rumah yang diduga merupakan tempat tinggal Tabib Pengganti Wajah. Tanpa bisa diikuti mata telanjang, Panah Wangi telah melepaskan tujuh anak panah yang semuanya mengenai sasaran. Dari balik kegelapan pada tujuh arah mata angin tampaklah tujuh sosok berguling-guling menurun di atas genting untuk akhirnya jatuh ke dalam api yang menyala-nyala, semuanya dengan anak panah menancap tepat pada dahinya.

Panah Wangi tampak memegang busur tanpa dapat diketahui kapan mengambilnya, meski sekarang ia menyimpannya kembali dan mencabut pedang jian dari sarung pedang di punggungnya.

Ia mengarahkan ujung pedangnya dengan suatu jurus tertentu kepada suatu titik dalam kegelapan yang tidak tersentuh cahaya api.

"Sekarang hadiah itu cukup besar untuk dirimu seorang," katanya, "Tentu hanya jika sanggup memenggal kepalaku sekarang juga, sebab kalau tidak...."

Panah Wangi berkelebat masuk ke dalam kegelapan. Lantas sesosok tubuh tanpa kepala menggelinding turun dari atas genting.

".... dirikulah yang akan memenggal kepalamu!"

Keluar dari kegelapan, Panah Wangi tampak menenteng sesuatu yang kemudian dibuang ke arah jatuhnya tubuh itu.

"Susul tubuhmu," ujarnya.

Api seperti mendapat makanan dan menelannya, tetapi sebelum pertarungan para bhiksu Shaolin melawan orang-orang golongan hitam itu bakal ditingkah bunyi ledakan tengkorak, Panah Wangi telah berada di dalam kediaman Tabib Pengganti Wajah.

Rumah itu penuh dengan asap, sedangkan asap lebih berbahaya daripada api. Panah Wangi menemukan Tabib Pengganti Wajah terkapar dalam keadaan mengenaskan. Agaknya bukan saja telah berlangsung penjarahan di tempat ini, tetapi juga penganiayaan yang membuat busana tabib berusia 90 tahun itu bersimbah darah.

"Tabib...."

Panah Wangi memegang pergelangan tangan dan ternyata tabib itu matanya masih bergerak-gerak. Ruangan centang-perenang, botol-botol berisi ramuan berserakan, bahkan pecah berhamburan. Segenap isi rumah sudah terjilat api, tinggal atapnya yang terbuka menjanjikan jalan keluar dari kehangusan, jika setidaknya menguasai ilmu meringankan tubuh atau gin-kang.

Zhuangzi berkata:
tidak ada perubahan dalam kenyataan di balik kata-kata 1

Panah Wangi segera mengangkat tubuh Tabib Pengganti Wajah dan melayang ke atas, melalui lubang yang terbentuk karena Panah Wangi membuka genting sebagai jalan masuk. Begitulah dari kejauhan Panah Wangi akan tampak seperti membubung ke angkasa dari dalam api yang sedang menjilat-jilat ke udara.

Dengan ilmu meringankan tubuh terbaik pun seorang pendekar harus hinggap di suatu tempat, karena gin-kang tidaklah sama seperti terbang. Seorang pendekar bisa melayang seperti terbang asalkan menjejak sesuatu, meskipun sesuatu itu begitu ringan untuk berpijak seperti bulu burung, dan sebaliknya cepat atau lambat akan terus melayang jatuh ke bumi, juga jika bumi itu telah menjadi lautan api, kalau tiada tempat berpijak untuk menjejak sama sekali.

Maka siapa saja dari dunia persilatan tentu mengerti, pada titik tertinggi yang merupakan titik henti Panah Wangi di udara, sambil membawa tubuh rapuh Tabib Pengganti Wajah yang tua pula, itulah saat yang terbaik untuk menyerang dan melumpuhkannya. Wajah cantik Panah Wangi yang tertempel di mana-mana dalam selebaran Dewan Peradilan Kerajaan memang mengundang perhatian meski hanya untuk memandangnya.

Namun di antara begitu banyak pemandang tentu tidak sedikit yang berpikir untuk menangkap atau membunuhnya, dan di antara yang tidak sedikit itu ternyata ada yang mempelajari seluk-beluk kekuatan dan kelemahan Panah Wangi. Demikianlah, pada titik henti setelah Panah Wangi membubung ke udara dari dalam rumah yang terbakar itu, seutas tali menyambar dan menjirat kakinya, tetapi hanya satu karena untuk kaki yang lain Panah Wangi sempat berkelit.

Tidak urung, sekali sendal tertariklah Panah Wangi ke arah penariknya yang juga berada dalam kegelapan, dan apakah yang menantikannya dalam kegelapan itu? Tubuhnya tertarik dan meluncur tanpa dapat dikuasai atau dikendalikannya, sementara kedua tangannya masih membopong Tabib Pengganti Wajah.

"Saat itu aku sungguh belum tahu apa yang bisa dilakukan," kisah Panah Wangi, "kecuali melindungi Tabib Pengganti Wajah yang sudah tua renta dan terluka pula." (bersambung)
________________________________________

1. John Blofeld, The Secret and Sublime: Taoist Mysteries and Magic (1973), P. 156.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TITIK LEMAH SEORANG PENDEKAR (SERI 275)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari