google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 MEMPEREBUTKAN BATU NAGA (SERI 277) | Silat Naga Jawa

MEMPEREBUTKAN BATU NAGA (SERI 277)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

KEADAAN Tabib Pengganti Wajah sudah amat lemah, terlihat luka bacokan kelewang pada bajunya, dan dari luka itu darah terus-menerus mengalir meskipun segala usaha pengobatan telah dilakukan. Kawan-kawan Panah Wangi di dalam rumah aman jaringan mata-mata itu telah menempelkan ramuan pengering luka dan membalutnya, tetapi warna merah darah tampak masih merembes. Panah Wangi kemudian meletakkan telapak tangannya di atas balutan dan dengan tenaga prana melakukan pembersihan limbah dalam tubuh yang akibat luka itu. Untuk sementara, luka itu mengering, tetapi Tabib Pengganti Wajah masih tetap lemah, meski matanya tetap menyala.

Waktu itu aku tidak sadarkan diri dan Tabib Pengganti Wajah berkata kepada Panah Wangi.

"Tinggalkan aku dan anak muda ini di sini dan tutuplah pintu bilik ini. Jangan pergi sampai aku membukanya kembali."

Panah Wangi pun menunggu sampai tertidur, dan bangun kembali menjelang pagi karena Tabib Pengganti Wajah itulah yang membangunkannya.

"Carilah di antara puing-puing reruntuhan di rumahku sebutir batu hijau berkilau yang disebut Batu Naga," katanya, "Semua orang yang datang mengamuk itu hanya mau merusak, dan karena itu justru tidak ada yang mengambilnya. Namun dunia persilatan tahu keberadaan Batu Naga sehingga kamu harus cepat mengambilnya. Aku tidak mengira akan membutuhkannya begitu cepat. Anak muda itu hanya bisa pulih jika kamu temukan dan bawa batu itu kemari. Kamu pun harus cepat karena hidupku mungkin sudah tidak lama lagi."

Panah Wangi seperti akan mengucapkan sesuatu, tetapi segera tersadar betapa basa-basi itu tidak perlu, dan segera berkelebat menghilang. Dongeng tentang Batu Naga sebagai penyembuh segala penyakit telah didengarnya, tiada mengira ternyata ada seseorang yang memilikinya. Jadi ia pun mengerti betapa Batu Naga harus ditemukan sebelum fajar menyingsing.

Menurut dongeng itu, yang sekarang sangat mungkin adalah nyata, Batu Naga itu mencuatkan satu saja garis kilauan kehijauan. Bukan cahaya melingkar seperti rembulan dan matahari, melainkan satu saja garis kilauan kehijauan, tegak lurus menembus langit. Hanya pada malam hari garis setipis benang itu dapat disaksikan, dan menjelang fajar itu berarti Panah Wangi harus bergerak cepat, sangat amat cepat, berkelebat, untuk segera tiba di tempat, kemudian langsung membabat, karena ternyata cahaya Batu Naga yang segaris tipis itu tampak oleh mata yang tajam menjulang tegak lurus ke langit.

Sebelum kekacauan Chang'an mengharu-biru pula rumah Tabib Pengganti Wajah, batu penyembuh segala penyakit itu tersimpan di bawah tudung yang menghalangi melesatnya cahaya segaris lurus itu ke langit. Apabila tudung itu dibuka ketika batu itu digunakan oleh Tabib Pengganti Wajah, pun cahaya segaris lurus itu masih terhalangi oleh langit-langit dan genting rumah. Para pendekar yang pernah mendengar atau memang berkepentingan dengan Batu Naga sebagai satu-satunya batu mustika akan segera melesat ke bekas rumah Tabib Pengganti Wajah yang telah menjadi puing, arang, debu, dan abu, seperti yang sedang terjadi sekarang.

Batu Naga sebesar telur ayam yang terguling dari tempat penyimpanannya itu terkubur tumpukan abu, yang tidak cukup untuk menahan penembusan kilau segaris cahayanya yang tegak lurus dengan langit. Ke mana pun batu itu berguling, cahaya serambut tersebut tetap tegak lurus dengan langit, dan pendekar mana pun yang mempelajari dan apalagi sedang mencarinya akan dengan cepat mengenalinya. Ketika Panah Wangi tiba di sana sesosok bayangan sedang berkelebat menyambar batu mustika yang tertutup tumpukan abu, tetapi cahaya segarisnya tetap tembus menjulang tegak lurus ke langit itu. Tak ayal Panah Wangi yang juga sedang melesat segera mencabut pedang jian dari sarung pedang di punggung dan membabatnya.

Bayangan itu belum ingin mati, maka ia menghindar dengan gerakan jungkir balik ke atas, dan batu mustika yang tidak jadi diambil itu pun disambar oleh Panah Wangi, meski ternyata berkelebat pula bayangan lain menyambarnya. Namun Panah Wangi tidak mau sedikit pun melepaskan kesempatan untuk mengambil batu mustika itu, dan membabatkan pedangnya. Senjata keduanya beradu.

Trrrrrraaaaaanggg!....tiiiiiiiiingggggggggg

Keduanya terpental saling menjauh. Kini tiga sosok bayangan siaga di tiga titik dengan senjata terhunus. Panah Wangi memegang pedang jian, kedua peminat Batu Naga yang lain masing-masing memegang pedang panjang melengkung.


Batu mustika itu sendiri masih di tempatnya. (bersambung)


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MEMPEREBUTKAN BATU NAGA (SERI 277)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari