google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 PANAH BERDESING-DESING MEMBURUNYA (SERI 283) | Silat Naga Jawa

PANAH BERDESING-DESING MEMBURUNYA (SERI 283)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

    PERTARUNGAN antara perempuan pesilat, yang telah mempermalukan para prajurit lelaki, melawan Pangeran Song yang gerakannya anggun dan gemulai, sebagai pertunjukan memang membuat penonton ternganga. Bukan sekadar karena kadang tampak hanya untuk kembali menghilang, tetapi karena ketika tampak, gerakan lambatnya terasa kuat hadir sebagai keindahan yang menjelma. Perbandingan yang membuat keindahan itu hadir bukanlah antara tampak dan tiada tampak, melainkan antara kecepatan dan kelambatan. Karena kecepatannyalah yang membuatnya tiada tampak, dan ketika tampak sebagai kelambatan maka kelambatan itu memberi makna kepada ketiadatampakannya.

    Maka sesekali tampak Pangeran Song dengan jubah birunya mengibaskan kipas yang dihindari perempuan pesilat itu sambil melayangkan tubuh sebelum keduanya menghilang. Pada kali lain tampak per­empuan pesilat itu menyambukkan pedang lenturnya ke bahu sang pangeran yang memiringkan tubuh dan karena itu luput, lantas keduanya menghilang. Untuk kemudian muncul lagi. Untuk kemudian menghilang lagi. Suatu kali tampak kipas dikebutkan dan ditangkis caping, sampai caping anyaman daun yang sudah kering itu hancur berserakan di udara. Keping-keping caping menjadi pernik-pernik beterbangan lamban, dan ketika luruh ke bumi memunculkan wajah perempuan pesilat itu dengan jelas, sangat amat jelas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih jelas.

    Wajah perempuan pesilat itu dengan nyata telah membuat Pangeran Song terpesona. Sudah beristrikah Pangeran Song? Adakah dirinya memiliki kekasih tercinta? Betapapun saat ini bagi Pangeran Song tampaknya hanya perempuan pesilat itulah satu-satunya perempuan di muka bumi. Setiap kali berpapasan saling menyilang Pangeran Song menyapanya dengan lembut.

"Siapakah Andika sebenarnya Puan? Hati saya remuk-redam sudah tanpa Puan perlu melakukan gerakan apa pun.

"Bunuhlah hamba jika Puan tiada menghendaki orang hina ini.

"Apalah artinya dunia ini tanpa keberadaan Puan.

"Apalah artinya.

"Apalah artinya.

"Apalah artinya.

"Betapa dunia sungguh terasa akan hampa.

"Siapakah Andika sebenarnya Puan? Apakah selama ini tinggal di Chang'an? Betapa buta hamba tiada melihat intan berlian permata di depan mata."

Kipas dan pedang lentur berbenturan sampai keduanya terlontar keluar dari gelanggang.

Ketika mereka bermaksud kembali ke gelanggang, seseorang sudah berdiri di situ.

"Buta! Ya, betapa kita semua sudah buta! Pembunuh buronan di depan mata, tetapi semua orang membuta dan jatuh cinta! Hmmh! Cantik jelita tiada tara, tapi berapa orang sudah di bunuhnya? Cuih!"

Orang itu meludah. Semua orang mengenalnya. Hakim Hou! Dengan pedangnya ia menunjuk perempuan pesilat itu.

"Buronan kejam tanpa perasaan ! Berani benar dikau menunjukkan hidungmu di kota ini!"

Lantas ia menjura kepada Pangeran Song.

"Yang Mulia Pangeran, izinkan Dewan Peradilan Kerajaan menjalankan tugasnya."

Tanpa menunggu jawaban, Hakim Hou bersuit, dan segala tembok serta wuwungan di petak Istana Xingqing langsung penuh dengan para petugas Dewan Peradilan Kerajaan. Semuanya membidikkan panah ke arah perempuan pesilat itu.

"Pendekar Panah Wangi! Menyerahlah! Tempat ini sudah dikepung!"

Baru saja selesai bicara, Hakim Hou yang wajahnya bulat dan agak gemuk itu menggerakkan pedangnya.

Trrrrangngng!

    Sebilah pisau terbang yang dilemparkan Panah Wangi tertangkis pangkal pedang jian Hakim Hou dan terpental ke arah Pangeran Song yang segera menangkapnya. Tanpa peduli kepada apa yang terjadi di sekitarnya, Pangeran Song mengecup pisau terbang itu, lantas menyimpannya ke balik baju. Putri Tang'an yang sangat mengenal sifat dan perilaku saudara kandungnya itu menghela napas panjang. Putra mahkota Wangsa Tang itu telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada buronan resmi Dewan Peradilan Kerajaan Negeri Atap Langit.

    Namun yang dijatuhi cinta sedang sibuk menyelamatkan nyawa, ketika dari segala tembok dan wuwungan di petak tempat keberadaan Istana Xinqing melesat beratus-ratus anak panah yang berminat menghabisinya. Ke mana pun Panah Wangi berkelebat menghindar, ke sanalah ratusan anak panah berdesing-desing memburunya. Segalanya berlangsung dalam tatapan khalayak, yang kini merasa sedang menyaksikan pengujian bagi perempuan pesilat itu dalam arti sesungguhnya.

Dalam Kitab Zhuangzi tersebutkan:

    Pikiran manusia sempurna seperti cermin.
    tidak bergerak dengan benda-benda,
    ataupun mendahuluinya.
    Menanggapi benda-benda, tetapi tidak memilikinya.
    maka manusia sempurna akan berhasil
    berurusan dengan benda-benda
    tetapi tidak terpengaruh olehnya 1


(bersambung)

________________________________________________________
1 Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), h. 287. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PANAH BERDESING-DESING MEMBURUNYA (SERI 283)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari