google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 6: ARAK-ARAKAN, DAN SESUDAHNYA...(SERI 33) | Silat Naga Jawa

6: ARAK-ARAKAN, DAN SESUDAHNYA...(SERI 33)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

GADIS-GADIS DESA

Begitu menariknya segala warna-warni busana di Chang'an, membuatku teringat bahwa setiap kali suatu cara berbusana berganti, maka tak berarti cara berbusana yang lama lantas menghilang, sehingga dari saat ke saat kota dunia ini semakin lama semakin meriah. 


    Maka selain terlihat lengan baju luar yang pendek dan sempit, dengan bebe1 yang ketat sampai ketiak, yang menjadi ciri masa Wangsa Sui dan awal Wangsa Tang; terlihat pula apa yang berlaku sekarang, yakni bahwa lengan menjadi lebar dan semakin lebar, dengan leher baju bulat, persegi, atau seperti mata anak panah terbalik ke bawah, bahkan terdapat pula yang mencekik leher, tetapi tanpa dalaman untuk menutupi payudara.


Memandang busana perempuan yang seperti itu, aku teringat sajak yang sering dinyanyikan Golok Karat, teman seperjalananku yang tewas dalam serangan senjata peledak di sebuah kuil di tepi Danau Bita ketika mencari Mahaguru Kupu-Kupu Hitam, jika sedang merindukan Chang'an.

Salah mengira setengah penutup dada,
sebagai salju tersembunyi atau
Membiarkan dada putih salju
tetap sebagaimana adanya.

    Kata-kata itu menurut Golok Karat dulu, ditujukan bagi gadis-gadis Chang'an yang berbusana seperti itu.

Gadis-Gadis Chang'an

Tanpa sadar kubandingkan busana mereka semua dengan Elang Merah dan Yan Zi, dan tahulah aku betapa busana kedua teman seperjalananku ternyata sepadan dengan kecenderungan di Chang'an semenjak tahun Tianbao2 selama pemerintahan Maharaja Xuanzong, bahwa perempuan sudah biasa terlihat mengenakan busana lelaki. Ini bukan sekadar disukai rakyat jelata, tetapi juga pernah tersebar di kalangan istana maupun keluarga bangsawan.3

Arak-Arakan Barongsai

Saat itu aku tersentak oleh kerasnya suara bunyi-bunyian. Suara kecer dan canang ditimpa tambur disusul bebunyian tiup bagaikan mendadak saja terdengar mengawali arak-arakan yang menyembul dari balik tikungan sebuah petak. Di baris terdepan para pemain zaji melompat dan berputar di udara berkali-kali, tampak penuh daya dan semangat dalam iringan bebunyian yang ribut, menghentak, dan berdentang-dentang.

Kami bertiga minggir dan turun dari kuda. Inilah jenis arak-arakan yang tidak tergantung kepada musim, karena tidak semua peristiwa yang patut dirayakan atau disyukuri berhubungan dengan musim, melainkan terserah kepada kehendak maharaja. 

Arak-Arakan Barongsai

    Arak-arakan ini dimulai dengan pemain zaji, disusul para seniman bunyi-bunyian, lantas kereta-kereta yang merupakan panggung berjalan dengan tiang-tiang yang tinggi, tempat para pemain zaji yang lain lagi akan memanjat dan mempertunjukkan keterampilannya kepada khalayak. Kereta-kereta beroda empat, menjulang sampai lima tingkat, disebut kereta-gunung atau perahu-kemarau dihiasi oleh bendera-bendera sutra dan kain yang menutupi kerangka bambu dan berbagai jenis kayu.

Di puncaknya para pemain bebunyian negeri asing ternyata sengaja merayap ke atas untuk memperdengarkan kemampuannya, kereta dibentuk seperti lembu jantan berkulit macan yang dibuat terlihat juga sebagai badak dan gajah. Kota ini akan kuketahui memiliki pula Badan Bebunyian sejak awal abad VII yang bertugas menciptakan karya-karya resmi kerajaan yang baru demi kepentingan arak-arakan. 

    Namun untuk kepentingan apakah arak-arakan yang meriah ini? Pernah kudengar dari Golok Karat, jika suatu arak-arakan diberlangsungkan atas kehendak maharaja, maka itu bisa berarti karena pasukan tentaranya baru saja meraih kemenangan, panen berlimpah setelah kekeringan atau kelaparan yang panjang, persembahan kepada dewa-dewa, atau pemberian pengampunan kepada para tawanan yang semula dianggap musuh kerajaan.

    Di Negeri Atap Langit adat semacam ini sudah berlangsung lebih dari seribu tahun lalu, ketika Maharaja Qin Shihuang pada masa kekuasaan Wangsa Qin untuk pertama kalinya menyatukan dan meresmikan berbagai negeri menjadi Negeri Atap Langit, baik dalam hal batas negeri maupun bahasanya.

    Kulihat Yan Zi bicara dengan seseorang di sebelahnya, lantas mendekati aku dan Elang Merah.

"Tentara Tang baru saja menang perang melawan pemberontak," katanya, "arak-arakan ini untuk merayakannya."

    Kami bertiga saling berpandangan.

Yan Zi melanjutkan kata-katanya seperti membenarkan.

"Pertempuran berlangsung di Tiga Ngarai Yangzi."

    Aku teringat jumlah besar pasukan Yang Mulia Paduka Bayang-bayang yang berkemah di luar gua di tepi Sungai Yangzi. Saat itu pun aku sudah berpikir, berkumpulnya suatu pasukan yang bukan pasukan pemerintah dalam jumlah ribuan seperti itu bisa dibaca sebagai pemberontakan....NEXT SERI 34

_________________________________________________________________
1 Rok atau baju bawahan. Tengok Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia (2006), h. 64, 535.
2 Yakni tahun 742-756, berdasarkan "Emperor Xuanzong of Tang" dalam Wikipedia, diunduh 17 Agustus 2011.
3 Zhou Xun & Gao Chunming, 5000 Years of Chinese Costumes (1984), h. 76-77.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "6: ARAK-ARAKAN, DAN SESUDAHNYA...(SERI 33)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari