google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 TIGA NAGA MENGIKAT EKOR (SERI 27) | Silat Naga Jawa

TIGA NAGA MENGIKAT EKOR (SERI 27)


KLIK pada gambar untuk membesarkan
Pendekar Harimau Perang

    Di tengah persoalan serba mendadak, aku tidak boleh terlalu lama berpikir. Saat itu tentu saja aku belum tahu, bahwa terutama disebutnya nama Harimau Perang yang membuat Yan Zi dan Elang Merah terlibat dalam urusan. Betapapun persoalan yang belum terpecahkan harus kusingkirkan demi penyelamatan kedua kawan yang nyawanya terancam.

"Betina jalang! Jangan berharap lolos setelah mencabut nyawa para anggota Kawanan Danau Qinghai!"

    Mendengar nama itu pun aku segera teringat cerita Iblis Suci Peremuk Tulang, bahwa di sekitar Danau Qinghai yang indah di selatan Pegunungan Qilian, terdapatlah kawanan perampok kejam yang tak pernah bisa dibasmi karena ilmu silatnya yang tinggi. 

    Seperti perampok yang berangasan ilmu silat mereka bagai tak beraturan, tetapi dalam kenyataannya sulit ditundukkan, karena sebetulnya merupakan perwujudan Jurus Orang Awam Sakit Gigi yang digabungkan dengan siasat Naga Menggeliat Berganti Sisik. Dari namanya saja sudah jelas betapa gabungan jurus dan siasat pertempuran ini penuh dengan muslihat tak terduga.
Iblis Peremuk Tulang

    Menurut Iblis Peremuk Tulang, sudah bertahun-tahun setiap kali pasukan kerajaan dikirim untuk membasmi mereka dan mengamankan Danau Qinghai, selalu kembali ke kotaraja dengan kehilangan tak kurang dari separuh anggota pasukannya. Padahal setiap kali yang dikirimkan adalah pasukan yang lebih kuat dari tahun sebelumnya. 

    Pasukan Wangsa Tang ini selalu kocar-kacir tak mampu membongkar rahasia Jurus Orang Awam Sakit Gigi dalam siasat cemerlang Naga Menggeliat Berganti Sisik yang sangat mengecoh. Bahkan tadi pun aku sempat mengira Yan Zi dan Elang Merah tidak berada dalam kedudukan yang terdesak. Artinya betapa jurus dan siasat yang mengecoh ini sungguh berbahaya!

PENDEKAR ELANG MERAH

    Aku tak mungkin berpikir lebih lama lagi. Aku melesat ke tengah gelanggang sembari melempar kedua pedang kepada pemiliknya.

"Tiga Naga Mengikat Ekor!" Kataku kepada mereka, yang berarti bahwa kami harus bertempur dengan terus-menerus saling memunggungi. Masih berpegang kepada siasat Sun Tzu, menghadapi lawan yang gerakannya sulit ditebak, tetapi tetap menyerang dengan ganas, kupikir kami harus menggabungkan siasatnya tentang medan yang menjebak dan medan yang bercelah. 

Sun Tzu berkata:
medan yang mudah didatangi
tetapi sulit ditinggalkan kembali
adalah medan yang menjebak
jika musuh tak siap
keluarlah dan kalahkan
---
medan yang bercelah
harus diduduki lebih dulu
nantikan musuh masuk di situ 1
---

    Dalam hal ini, dengan saling pengertian yang sudah lama terbentuk, kami akan manfaatkan keterdesakan untuk membuka ruang yang mudah dimasuki lawan, tetapi yang segera kami ubah menjadi celah sempit yang tidak memberinya jalan keluar.

    Demikianlah dengan sebat Yan Zi menyambar Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan yang segera menghasilkan lingkaran cahaya dengan sebuah celah di antaranya; sementara begitu Elang Merah menerima pedangnya segera mengembangkan Jurus Elang Terbang di Balik Cahaya yang membuatnya tak terlihat di balik lingkaran cahaya yang dibuat oleh Yan Zi. 

    Seorang anggota Kawanan Danau Qinghai yang lengah memasuki celah dalam cahaya itu dan segera dibabat pedang Elang Merah. Ia meletik dengan darah semburat ke udara.

"Kalian tinggal sembilanbelas!" 

PENDEKAR ELANG MERAH

Terdengar suara Elang Merah, sementara aku menyambar senjata korbannya itu sebelum menyentuh bumi, sebuah bandringan, batu terikat tali yang di tangan ahli sungguh berbahaya sekali. Segera kumainkan bandringan itu dengan Jurus Ular Mendesis Kibaskan Ekor dan memukul jatuh seseorang bersenjata kapak yang menerobos memasuki celah.

"Delapanbelas!"

Elang Merah berteriak lagi.

"Tujuhbelas!"

Kini Yan Zi yang berteriak setelah pedangnya memakan korban.

"Enambelas!"

Bandringanku menyambar kepala. Batunya memang bukan sembarang batu, talinya pun bukan sembarang tali. Penerobos celah itu kepalanya langsung pecah.

"Limabelas!"

Kali ini tendangan Elang Merah langsung menghentikan jantung.

"Empatbelas!"

Ujung Pedang Mata Cahaya membelah leher penerobos yang malang. Semuanya begitu cepat. Bahkan dengan saling bersentuhan kami masih berada di udara.
Kami menambah kecepatan dan dengan segera korban bertambah. Elang Merah terus menghitung yang masih tersisa.

"Tigabelas!"

"Duabelas!"

"Sebelas!"

Terdengar suitan, dan Kawanan Danau Qinghai itu tiada lagi yang menerobos celah buatan Pedang Mata Cahaya, melesat pergi dan saat itulah kulayangkan bandringan, yang meluncur ke tengkuk korban terakhir. Batu itu mematahkan tulang lehernya dan jatuh terguling-gulinglah ia dari atas genting penginapan, tempat semula ia mau menghilang ke balik wuwungan.

Bug!

Ia jatuh berdebum di hadapan orang-orang yang berkerumun di depan penginapan.

"Sepuluh!"....(Next Seri 28)
_________________________________________________________________
1. Indra Wijaya, Falsafah Perang Sun Tzu (1992), h. 100-1. Sun Tzu tentu menganjurkan lebih jauh, bahwa jika musuh telah siap maka kembali ke medan yang menjebak adalah sangat sulit; dan tentang medan bercelah, jika musuh menguasai lebih dulu, dan menjaga celahnya, janganlah dikejar-kecuali tak lagi menjaga celahnya itu.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TIGA NAGA MENGIKAT EKOR (SERI 27)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari