google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 BENTROKAN DI TAMAN AN LUSHAN (SERI 295) | Silat Naga Jawa

BENTROKAN DI TAMAN AN LUSHAN (SERI 295)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

MASA pemeriksaan dan penggeledahan telah usai, tetapi itu tidak berarti perburuan telah dihentikan.

"Jangan pernah percaya itu," kataku kepada Panah Wangi, tentu karena kesan pengendoran lebih sering berarti penjebakan.

"Cobalah kamu melenting ke atas genting pada malam buta, ketika kamu kira tidak seorang pun di kota ini mencari sesuatu di langit pekat tanpa bintang, jangan kamu kira tidak akan ada jarum beracun, pisau terbang, atau seorang penyu­sup berilmu kelelawar yang sedang terbang malam melesat ke arahmu," tambahku lagi.

    Panah Wangi pun menurut. Mungkin juga karena sedang tertarik perhatiannya kepada Kitab Perubahan, kitab yang selalu dibuka orang-orang Negeri Atap Langit jika sedang menghadapi persoalan. Tentang perburuan atas dirinya itu sendiri, apalah yang ditakuti seorang pendekar yang akan selalu menguji pencapaian kesempurnaannya dari pertarungan yang satu ke pertarungan yang lain, sampai suatu ketika dirinya terkalahkan dan perlaya?

    Begitulah kami berhasil menghindar dan bersembunyi di suatu tempat yang akan kuceritakan nanti, karena suatu cerita lain perlu segera kusampaikan, yang berhubungan dengan berhentinya pemeriksaan dan penggeledahan Chang'an setelah berlangsung satu bulan, justru karena Panah Wangi juga telah lama menjadi buronan Dewan Peradilan Kerajaan.

    Meskipun para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dan pasukan Pangeran Song melacak buronan yang sama, tetapi tujuan dan penyebabnya sangat berbeda.

    Para petugas Dewan Peradilan Kerajaan memburu Panah Wangi sebagai pembunuh banyak orang yang harus ditangkap dan dihukum mati, yang juga berarti jika tidak bisa tertangkap karena melawan dapatlah kiranya dibinasakan. Hakim Hou telah menyatakan betapa dirinya tidak peduli jika yang dibantai Panah Wangi adalah para penjahat kambuhan, yang adalah para pembunuh dan para pemerkosa.

    Pasukan Pangeran Song mencari-cari Panah Wangi bukan sebagai pembunuh, melainkan sebagai pendekar yang akan diminta menjadi pengawal pribadi putra mahkota. Hanya setelah utusannya yang mengenakan kerudung berkedalaman langit itu terbunuh, olehku dan bukan oleh Panah Wangi, maka semua orang dikerahkan memburu Panah Wangi ke setiap sudut, lorong, dan lubang, hanya untuk ditangkap, bukan dibunuh.

Lao Tan berkata:

    mengapa tidak dikau pimpin saja dia
    melihat kesatuan antara hidup dan mati
    dan bahwa diterima atau tidak diterima
    adalah sejenis
    sehingga membebaskannya
    dari segala belenggunya? 1


    Suatu ketika mata-mata kedua belah pihak menyampaikan bahwa Panah Wangi tampak berkelebat memasuki salah satu dari bekas Taman An Lushan, yang terletak di bagian selatan Chang'an, tepatnya petak keempat dari tembok selatan dan petak keempat pula dari tembok barat, di sebelah selatan dari petak tempat terdapatnya dua rumah abu keluarga, di sebelah barat dari petak tempat terdapatnya gedung yang pernah menjadi ajang pesta-pesta bagi lulusan sekolah lanjut. Pada petak-petak di sisi serong kanan maupun kiri ke depan dan ke belakang, penuh dengan kuil Dao, wihara Buddha, dan rumah abu. Sedangkan pada petak di sebelah selatannya terdapat kebun yang menyiapkan bahan pangan 2.

    Semua ini menunjukkan betapa bekas Taman An Lushan itu bukan berada di tempat yang sepi. Di tempat itulah para petugas Dewan Peradilan Kerajaan bentrok dengan pasukan Pangeran Song, ketika di depan gerbang taman masing-masing berkutat merasa paling berhak menangkap Panah Wangi dengan senjata terhunus.

"Minggir! Panah Wangi adalah tersangka Dewan Peradilan Kerajaan!"

"Bukan! Urusan Panah Wangi diambil alih Yang Mulia Putra Mahkota Pangeran Song!"

"Pejabat tertinggi urusan hukum adalah Hakim Hou, hanya dari hakim tinggi kami mengikuti perintah."

"Oh, kekuasaan tertinggi di Negeri Atap Langit dipegang oleh maharaja, dan tempat maharaja akan segera digantikan oleh putra mahkota!"


"Tentu, tetapi itu belum terjadi hari ini!"

"Panah Wangi dibutuhkan oleh Pangeran Song, kami tidak akan menyerahkan Panah Wangi."


    Belum diketahui dengan jelas apa yang menjadi pemicunya, tetapi pertengkaran mulut itu segera menjadi bentrokan bersenjata antara para petugas Dewan Peradilan Kerajaan dengan pasukan Pangeran Song.

Mungkin karena mata-mata masing-masing begitu yakin dengan para pengintai mereka, maka kedua belah pihak masing-masing setidaknya mengerahkan 200 orang, yang kini telah bertarung secara terbuka.


Tidak lama kemudian darah pun tumpah di Taman An Lushan. (bersambung)

__________________________________________________________
1. Dari "Buku V" dalam Kitab Zhuangzi, melalui terjemahan ke Bahasa Inggris oleh James Legge, The Text of Taoism [1962 (1891)], h. 229.
2. Mengacu denah Chang'an pada Charles Benn, China's Golden Age: Everyday Life in the Tang Dynasty [04 (2002)], h. xiii-xix. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BENTROKAN DI TAMAN AN LUSHAN (SERI 295)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari