google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 57 : SIAPA BERPIHAK KEPADA SIAPA (SERI 284) | Silat Naga Jawa

57 : SIAPA BERPIHAK KEPADA SIAPA (SERI 284)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

    RATUSAN bahkan ribuan anak panah memburu Panah Wangi seperti bayang-bayang memburu tubuhnya, mendesing-desing seperti bermata dengan kehendak besar agar bahkan pandangannya pun menancap dan menimbulkan luka, karena memang bermaksud merajamnya. Panah Wangi berkelebat dan melejit-lejit dengan menjejak tembok, dinding bangunan, dan wuwungan, diburu dan dicegat panah-panah, sementara di selanya terdapat juga tombak, pisau terbang, dan jarum-jarum beracun.

    Suara yang ditimbulkan sungguh mengerikan, seperti panah-panah dan senjata-senjata lain digerakkan oleh satu tangan berkuasa, meskipun ternyata bukan satu melainkan sejumlah orang pada sejumlah titik yang tinggi, sehingga dapat mengikuti pergerakan Panah Wangi dan dapat menunjuk ke mana panah-panah yang sudah terpasang pada busur-silang itu dilesatkan. Mereka berada di wuwungan dan di atas tembok, bahkan juga di puncak pagoda, sehingga ke mana pun Panah Wangi berkelebat maka panah-panah itu melesat ke tempat yang sama. Tidak mungkinkah suatu kali Panah Wangi akan gawal juga dan begitu banyak anak panah akan segera merajamnya?

    Panah Wangi disebut Panah Wangi bukan hanya karena panahnya meruapkan bau wangi, melainkan karena seluk-beluk anak panah sangatlah dikuasainya. Mungkinkah para petugas Dewan Peradilan Kerajaan itu lupa, betapa Panah Wangi membidik dan melesatkan anak-anak panahnya bukan hanya dengan busur, melainkan juga dengan mantra? Tanpa mantra jumlah anak panah yang berada dalam sarung anak panahnya akan habis dengan segera meski pertarungan belum berlangsung terlalu lama. Dengan mantra jumlah anak panah yang berada dalam sarung anak panahnya tiada akan pernah ada habisnya.

    Maka segera terlihat bagaimana Panah Wangi memperlakukan panah-panah itu bagaikan ratu memerintah rakyatnya yang setia. Hanya cukup dengan menyentuhnya maka anak panah itu berbalik kepada yang telah bertanggung jawab mengarahkan anak panah itu kepadanya. Demikianlah satu per satu mereka jatuh terguling dari atas dinding, dari wuwungan, dan dari atas pagoda. Jatuh terguling, melayang dan terbanting, dengan anak panah menancap pada dahi masing-masing, dan bau wangi meruap dari anak-anak panah itu. Dengan tewasnya para penunjuk ke mana Panah Wangi pergi, para pemanah dari Dewan Peradilan Kerajaan pun menjadi kehilangan arah bidikan, dan baru mereka sadari kemudian betapa Panah Wangi telah menghilang.

Han, istri Shan T'ao, berkata:

    Dalam bakat dikau tak setara dengan mereka,
    tetapi bersama pengetahuanmu,
    dikau bisa berteman dengan mereka 1

"Begitulah kutinggalkan mereka," kisah Panah Wangi, "karena gagasanku untuk menunjukkan keberdayaan perempuan dalam dunia persilatan kukira tercapai. Aku dapat menghilang dengan mudah dan tidak pernah terpergoki lagi sampai sekarang berkat bantuan jaringan mata-mata tentara yang memasang tabir rahasia bagiku, yang memberikan kesempatan bagiku untuk menyelinap di depan hidung mereka. Biarlah semua orang tahu dan menjadi pembicaraan sampai kapan pun, bahwa seorang perempuan pesilat..."

    Begitulah hari-hariku berlalu sebelum selaput yang membalut wajahku dapat dibuka. Cerita-cerita Panah Wangi membantu pembayanganku tentang apa yang berlangsung di luar petak selama aku tidak berkutik di rumah aman. Setelah menyelamatkan diriku yang terpental berputar-putar di udara, karena ledakan bercahaya menyilaukan di depan wajahku itu, Panah Wangi rupanya sempat mengirim pesan rahasia melalui jaringan mata-mata tentara kepada Panglima Pasukan Pertahanan Chang'an. Namun baru diketahuinya kemudian bahwa panglima itu ternyata bagian dari jaringan rahasia Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang untuk sebagian menjelaskan juga mengapa orang-orang golongan hitam dapat begitu bebas bergerak di kotaraja.

"Kita tidak tahu lagi siapa bermusuhan dengan siapa," kata Panah Wangi, "karena jumlah yang berkhianat maupun yang setia pada pihak mana pun perbandingannya serba hampir sama. Di antara pihak yang berhadapan lebih banyak lagi kelompok-kelompok yang tidak dapat dipastikan keberpihakannya, dan di dalam kelompok ini terdapat tokoh-tokoh yang keberpihakannya terlalu sering berpindah-pindah dengan alasan-alasan yang tidak pernah diketahui. Namun lebih banyak lagi kelompok-kelompok besar yang tidak peduli maupun tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi di dalamnya terdapat begitu banyak kelompok kecil dengan kepentingannya masing-masing yang bisa saling bertentangan."

    Aku mendengarkan dengan mata terpejam, membayangkan keadaan yang sama dalam latar Suvarnadvipa... (bersambung)

 _________________________________________________________________
1. Shan T'ao (205-283 ) adalah negarawan dan panglima, berkawan dengan Chi K'ang dan Juan Chi. Perbincangan ketiganya, berikut Han, istri Shan T'ao, tercatat dalam kitab Shih-shuo Hsin-yu (Rekaman Kontemporer atas Wacana-wacana Baru (403-444/463-521) khususnya bagian "orang-orang tanpa emosi". Tengok Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), halaman 240. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "57 : SIAPA BERPIHAK KEPADA SIAPA (SERI 284)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari