google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 MENYAMAR SEBAGAI PENGEMIS...(SERI 305) | Silat Naga Jawa

MENYAMAR SEBAGAI PENGEMIS...(SERI 305)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

    Menyamar sebagai pengemis dan setiap orang yang menatap kami membuang muka karena jijik, tidak berarti tiada manusia di dunia ini yang memperhatikan kami. Apalagi ketika harus berbaur pada saat-saat tertentu di Lorong Pengemis, ketika para pengemis menikmati saat-saat istirahat, makan siang, maupun berbagi hasil sebelum gelap dan terdengar pukulan pada tambur 400 kali, saat gerbang-gerbang istana ditutup, disusul 600 kali, saat gerbang-gerbang kota maupun petak-petak ditutup 1.

    Para pengemis di Chang'an ternyata juga perlu istirahat, setelah mengembarai Chang'an sekaligus menikmati perolehan mereka hari itu. Sebagai paria, lapisan tanpa kasta, mereka diandaikan sudah cukup beruntung seandainya hanya mendapat sisa-sisa makanan. Namun itu tidak berarti mereka hanyalah pelahap sisa-sisa makanan. Lagipula sisa-sisa makanan tersebut tidaklah selalu begitu buruknya. Seperti jika mendapat sisa makanan pesta para bangsawan, dapat dikatakan makanan yang banyak itu tidak pernah habis, sehingga yang disebut sisa sebetulnya sama sekali baru.

    Kendi-kendi arak adalah sisa terbaik, karena biasanya air kata-kata ini selalu habis dalam pesta rakyat maupun pesta bangsawan, sesuai kebiasaan lomba ganbei, yakni minum arak sekali tenggak. Apabila yang disebut sisa-sisa seperti ini yang mereka bawa, maka Lorong Pengemis akan menjadi lebih ramai dari biasa, penuh suara tawa, dan ketika berangkat mengemis kembali langkah mereka sudah sempoyongan sambil bernyanyi-nyanyi. Dapat dipastikan betapa bau arak menyembur dari mulut mereka, dan bagaimana orang-orang akan semakin menjauhinya.

    Di antara mereka ini sering terselip para anggota Partai Pengemis, yang tentu jauh lebih peduli daripada para pemabuk itu, meskipun sama-sama mengetahui bahwa kami berdua adalah orang baru. Betapapun kami merasa perlu masuk dan bila perlu melebur dengan khalayak pengemis ini, karena merupakan dunia yang tidak pernah dibongkar dan diambil peduli. Kecuali, tentu, keberadaan Partai Pengemis yang membuat penyamaran kami mesti benar-benar meyakinkan.

"Kita harus sungguh-sungguh berbau," kataku.

Bagi Panah Wangi, ketika keharuman menjadi bagian dari cirinya, menjadikan dirinya berbau busuk bukanlah pekerjaan mudah.

"Tidak cukup bau bawang," kataku, "mulai sekarang kita jangan mandi."

Mengzi berkata:

    tidak ada bagian tubuh yang tidak dicintai seseorang.
    dan karena tidak ada bagian tubuh yang tidak dicintai,
    tidak ada bagian yang tidak dirawatnya
. 2

Aku juga melarang Panah Wangi bersentuhan dengan air kecuali untuk minum, supaya wajahnya jadi dekil, berdaki, dan meyakinkan sebagai pengemis. Sangat penting bagi kami bahwa penyamaran sebagai pengemis tidak mendapat masalah dari dunia para pengemis sendiri. Di Lorong Pengemis kami pernah mendapat persoalan seperti ini, ''He, pengemis buduk, mana setoran kalian?''

Kami tercengang. Setoran apa? Pengemis yang bertanya badannya tinggi besar, tidak sesuai gambaran sebagaimana yang bisa diharapkan tentang pengemis.

"Jangan bertanya...," sergahku ketika Panah Wangi seperti akan bertanya, karena itu hanya akan menjelaskan betapa kami bukanlah pengemis sebenarnya.

    Padahal, pengemis yang bertanya pun badannya tinggi besar, tidak sesuai gambaran sebagaimana yang bisa diharapkan tentang pengemis. Jika dalam Perguruan Shaolin terdapat Bhiksu Pengawal, kukira ini juga semacam Pengemis Pengawal.

Aku pun menjawab, "Kami belum mendapat apa pun, Tuan."

Pengemis Pengawal itu mendatangiku.

"Pengemis buduk, jawabanmu salah semua, jelas kalian pengemis gadungan yang belum pernah dihajar!"

    Ia menggerakkan tangannya siap memukul. Aku segera menotoknya sehingga ia tergelimpang. Namun kejadiannya cepat sekali, sehingga aku bisa berpura-pura terkejut karena pengemis tinggi besar ini pingsan tiba-tiba.

Para pengemis lain berdatangan.

''Ada apa? Ada apa?''

    Dalam kepanikan banyak orang, aku bergerak cepat melepaskan Totokan Lupa Peristiwa, sehingga ketika terbangun nanti dirinya tidak ingat lagi kejadian ini, lantas menghilang bersama Panah Wangi. Itulah hari pertama penyamaran yang hampir saja merusak segala penyamaran. Hari-hari selanjutnya aku belajar cara-cara penyamaran yang jauh lebih membutuhkan kesabaran, dan tentu juga jauh lama, yakni tidak lain dan tidak bukan menjadi pengemis yang sesungguhnya.

    Tidak berarti kami lantas membutuhkan waktu bertahun-tahun, tetapi sungguh kami harus mengikuti setiap langkah yang paling wajar, dari perpindahan orang biasa menjadi seorang pengemis. Dari dunia wangi ke dunia bau dan tidak keluar lagi. Tidur di situ, makan di situ, bercinta di situ. (bersambung)


+Marysya Klimova____________________________________________________________
1. Charles Benn, China's Golden Age: Everyday Life in the Tang Dynasty [2004 (2002)], h. 51.
2. Lin Yutang, The Wisdom of Confucius (1938), h. 287. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MENYAMAR SEBAGAI PENGEMIS...(SERI 305)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari