google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 BERTARUNG MELAWAN BANYANGAN (SERI 327) | Silat Naga Jawa

BERTARUNG MELAWAN BANYANGAN (SERI 327)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

    MALAM serasa lebih kelam ketika kami semakin menjauhi keramaian. Kami masih berlari miring pada tembok. Namun bayangan ini tidak hanya berlari miring, ia juga melompat miring, melenting miring, melejit miring, meluncur miring, terbang miring, untuk kembali berlari miring. Betapapun dalam pemusatan perhatian yang tinggi, tiada lagi lurus miring atas bawah kiri kanan, selain diri yang melesat berkelebat mengikuti bayangan hitam yang juga melesat berkelebat ke depan.

    Lantas bukan hanya bola-bola peletup yang melewatiku dengan ancaman bahayanya yang mengerikan sehingga aku memilih untuk tidak menceritakannya, tetapi juga tabung-tabung beracun yang ditangkis maupun tidak ditangkis, tetap saja mengeluarkan uap racun yang meruap melalui lubang-lubang pada tabung itu. Aku tahu sekarang inilah jenis tabung yang akan diikatkan pada anak panah, dan dilesatkan ke dalam kamar seseorang atau ruang pertemuan, sehingga racunnya meruap dan menyatu bersama udara, tiada berbau dan tiada berwarna, yang dengan segera menidurkan, memingsankan, kemudian melepaskan nyawa dari tubuhnya.

    Ia melemparkan lima pisau terbang ke belakang. Dengan sebat aku meraup kelimanya, lantas dengan menambah daya Ilmu Naga Berlari di Atas Langit kulewati dirinya sambil tetap berlari miring. Ketika berada dalam keadaan sejajar, kutengok wajahnya di dalam kerudung, tetapi hanya terdapat kegelapan yang kosong, seperti yang biasanya menjadi ciri anggota perkumpulan rahasia.

    Begitulah kucegat dia dalam keadaan miring, dengan kedua telapak sepatu menempel pada tembok, menyambutnya yang berlari dalam keadaan miring dengan lemparan lima pisau terbangnya sendiri! Masih berlari miring ia melepaskan lima pisau terbang untuk memapas lima pisau terbangnya itu. Tentulah sangat tidak menarik untuk mati oleh senjata sendiri.

    Dengan segera kami terlibat pertarungan seru. Hanya dalam beberapa saat pertarungan telah mencapai 500 jurus, karena berlangsung dengan kecepatan bayangan yang 100 kali lebih cepat daripada kecepatan tubuh yang berdarah dan berdaging. Bayangan ini memang seperti bayangan, tidak dapat dipukul dan tidak dapat ditusuk dengan benda padat; tetapi sungguh bayangan ini bukan sembarang bayangan, karena segala serangannya, dengan senjata apa pun yang disukainya, jika tidak dihindari akan mengenai sasarannya.

Mozi berkata:

    jika ada pengetahuan
    terdapat perbincangan tentangnya;
    jika tidak ada pengetahuan
    tidak ada artinya perbincangan
1

    Maka aku hanya bisa meningkatkan kecepatan. Pertama kali memang supaya serangannya tidak ada yang mengenaiku, tetapi sebetulnya aku meningkatkan kecepatan sedikit demi sedikit agar bayangan itu juga meningkatkan kecepatannya sedikit demi sedikit saja, sehingga tidak akan disadarinya betapa ia telah berada di luar batas kemampuan, dan memang itulah yang akan membunuhnya.

    Dalam kecepatan tinggi yang tidak bisa dipelankan atau ditariknya kembali, bayangan itu tidak bisa mengendalikannya lagi, karena sebaliknya kecepatan itulah yang telah menyeretnya tanpa dirinya sendiri bisa mencegahnya. Pada suatu titik, ketika kecepatan yang menyeret geraknya tidak mungkin dikuasainya lagi, bayangan hitam yang wajahnya hanyalah kegelapan itu lambat laun menyala seperti bara, yang akhirnya menyala dan berapi dan betapa apinya berapi-api, sementara terdengar desis menahan sakit yang tidak tertahankan dari dalamnya.

"Zzzzzhhhhkkkkhhh!"

Demikianlah cahaya api yang berubah menjadi putih menyilaukan itu kini meredup dan mengembalikan kegelapan, meski sempat kulihat sosok bayangan hitam yang berdiri miring di tembok itu rontok ke bumi seperti bara yang berubah menjadi abu. Aku masih berdiri miring pada dinding tembok dan masih tertegun. Apa jadinya jika Panah Wangi yang berkelebat memburunya tadi? Betapapun kegagahan, kecerdasan, dan ketinggian ilmu silat Panah Wangi tidak kuragukan, tetapi bahkan diriku pun tiada akan pernah mengira telah mengalami pertarungan seperti itu.

Dalam kelam aku menghela napas panjang. Namun di balik kelam itu ternyata lebih banyak lagi sosok bayangan hitam berada di sekelilingku.

"Heh-heh-heh-heh..., " terdengar tawa dalam gelap, yang belum dapat kuduga apakah kiranya yang menjadi makna.

"Tidaklah kami sama sekali mengira betapa sudi Pendekar Tanpa Nama melayani permainan saudara kami, padahal dengan Jurus Tanpa Bentuk bisalah ia menyelesaikannya dengan sekejap mata."

"Siapakah kiranya Tuan-Tuan Pendekar ini," kataku, "yang telah membuang waktu dan tenaga hanya untuk peduli kepada seorang lata yang bahkan sepotong nama pun tidak memilikinya?" (bersambung)

_________________________________________________________
1. Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), h. 127. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BERTARUNG MELAWAN BANYANGAN (SERI 327)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari