google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 TENTANG MENGISI RUANG KOSONG (SERI 322) | Silat Naga Jawa

TENTANG MENGISI RUANG KOSONG (SERI 322)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

     TANGAN gadis yang bergerak melukis itu apalah bedanya dengan tangan seorang pendekar dalam dunia persilatan? Kematangan titik dan garis yang disapukannya setara belaka dengan kematangan gerak pedang yang menusuk sebagaimana membuat titik, lantas menarik garis yang membelah kulit, daging, dan jika perlu tubuh berikut tulang-tulangnya. Bagaimanakah caranya Harimau Perang belajar dari gadis bisu tuli ini? Jika dari titik dan garisnya dapat dipelajari kematangan sebuah gerakan, sangat mungkin Harimau Perang mempelajarinya untuk diterapkan ke dalam ilmu silat. Apalagi yang bisa lebih hebat dari kenyataan, betapa kematangan bisa dipelajari dari bagaimana titik menjadi garis saja?

    Namun Anggrek Putih melukis tiap hari dengan tiada habisnya. Seperti ini pulakah Harimau Perang telah meman­faatkannya? Bagi Anggrek Putih sendiri melukis tentu merupakan pengganti kebisuannya, dalam suatu dunia tempat dirinya tidak mendengarkan apa pun, sehingga yang tergambarkan melalui lukisan bukanlah sesuatu untuk dipandang, melainkan untuk didengarnya. Demikianlah Anggrek Putih sebenarnya dengan melukis itu berbicara kepada dirinya sendiri. Bagaimanakah seseorang akan bisa masuk ke dalam dunianya?

"Anggrek Putih tidak menyukai bahkan takut dengan Harimau Perang," ujar Panah Wangi, "Jadi terhadapnya ia tidak ingin mengungkap apa pun."

    Jika ia seorang tawanan, siapakah Anggrek Putih ini? Apakah hubungannya dengan Harimau Perang dan bagaimana dirinya bisa berada di Chang'an? Sementara kami tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kami terus memperhatikan lukisan-lukisannya. Sangatlah rumit dan nyaris membuat putus asa usaha memecahkan rahasia lukisan-lukisan Anggrek Putih, tetapi lambat laun akhirnya kami mengerti juga.

    Panah Wangi menjajarkan lukisan-lukisan tinta hitam di atas kain putih di sepanjang tembok Kuil Muhu. Semula segenap noktah, bercak, garis, serta sapuan itu tampak sekadar sebagai tinta yang mencoreng atau bahkan tumpah tanpa sengaja sehingga jika tidak seperti tanpa makna apa pun, sebaliknya juga seperti bisa berarti gambar apa pun. Suatu ketika, bayangan tubuhku ketika jendela dibuka menimpa salah satu lukisan yang terbentang berjajar pada tembok kuil itu, mengisi ruang kosong antara noktah, bercak, garis, serta sapuan yang seolah bertebaran tiada beraturan tersebut.

    Apabila noktah, bercak, garis, dan sapuan itu semuanya dihubungkan, maka akan terbentuklah gambaran suatu sosok yang memperagakan jurus tertentu. Sedangkan jika seluruh lukisan yang dibentangkan berjajar-jajar itu diikuti terus jurus-jurusnya, maka semua itu tersusun bagaikan suatu kitab ilmu silat.

    Lukisan-lukisan itu harus dilihat dengan tiga cara berbeda. Pertama, dilihat tinta hitamnya; kedua, dilihat kain putihnya; ketiga, ruang kosong antara noktah, bercak, garis, dan sapuan, harus diisi sendiri oleh pemandangnya. Begitu sang pemandang dapat mengisi sendiri ruang-ruang kosong itu, maka ia akan dapat melihat gerakan-gerakan orang bersilat.

    Ketika aku dan Panah Wangi mulai memperagakannya, ternyatalah bahwa jurus-jurus itu tiada bisa diingkari lagi sangatlah indah. Di dalam bangsal Kuil Muhu yang luas, ketika kami tanpa sengaja terus-menerus memperagakan dan mengujinya, kami telah terbang melayang dengan ringan dan riang, seperti bukan bersilat, bahkan seperti kanak-kanak bermain, tetapi yang jika dibacok langsung berputar masuk menembus kelemahan lawan dan menewaskannya.

    Harimau Perang telah menemukan rahasia kematangan gerak dari titik menjadi garis, tetapi ia belum mengetahui bagaimana noktah, bercak, garis, dan sapuan itu bisa menjadi jurus, lantas bagaimana jurus demi jurus tersusun sebagai suatu bangunan ilmu silat. Harimau Perang sudah lama menjadikan Anggrek Putih sebagai tawanan, tetapi belum pernah berhasil menemukan kunci rahasia ilmu silat di balik lukisan, bukan karena dirinya kurang cerdas, melainkan karena Anggrek Putih telah menutupi atau bahkan menyesatkannya.

Dalam Chung Yung dituliskan:

    untuk tidak memiliki perasaan senang atau marah
    sedih atau gembira adalah suatu mala:
    ini disebut keadaan chung.
    memiliki rasa mala tetapi secara imbang:
    ini disebut keadaan ho atau selaras
. 1

Siapakah kiranya Anggrek Putih itu sebenarnya? Mungkinkah gadis kecil bisu tuli itu memang tidak menguasai apa yang digambarkannya?

"Serahkan saja kepada kami," kata seorang padri, "pasti akan kami dapatkan nanti asal-usulnya."

     Saat itu kami belum menyadari betapa terbongkarnya asal-usul Anggrek Putih itu nanti akan mengubah jalan cerita sama sekali. (bersambung)

_______________________________________________________________________________
1. Istilah chung dapat dibandingkan dengan pengertian Aristotelian ''pembidangan emas'' (golden section atau golden mean) dalam Fung Yu-lan, A Short History of Chinese Philosophy (1948), h. 172-3.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TENTANG MENGISI RUANG KOSONG (SERI 322)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari