google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 PERTARUNGAN HARIMAU PERANG (SERI 320) | Silat Naga Jawa

PERTARUNGAN HARIMAU PERANG (SERI 320)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

    APA jadinya jika dua orang yang saling membenci untuk pertama kalinya mendapat kesempatan bertarung? Utusan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang dan Harimau Perang sejak awal sudah terlibat perang mulut, yang sangat mungkin membuat keduanya dalam waktu singkat saling membenci. Kemungkinan untuk mengungkapkan kebencian dengan tindakan nyata kini terbuka, dan keduanya tidak membuang kesempatan sedikit pun untuk menyalurkan kebenciannya.

    Keduanya saling menatap. Harimau Perang melenting ke atas dengan sepasang pedang di tangan, utusan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang yang sejak bentrokan pertama dengan Pasukan Siasat Langit sudah menggantung pada kuda-kuda bangunan seperti kelelawar tinggal meluncur turun. Pada titik pertemuan keduanya langsung bertarung dan tidak dapat dilihat lagi kecuali sebagai kelebat bayangan dan kesiur angin, yang kadang ada dan kadang tidak ada, tergantung dari kecepatan gerak antara terlalu cepat atau lebih cepat dari cepat.

    Semua orang tidak melihat apa pun kecuali mereka yang berasal dari dunia persilatan, itu pun jika tingkat ilmunya setara atau melebihinya. Jika berada di bawahnya, maka pertarungan itu hanya akan terlihat ketika sedang melambat, dan tidak terlihat lagi ketika kecepatannya kembali seperti semula.

    Namun itulah yang membuat dunia persilatan selalu menarik bagi orang awam, karena merupakan sebuah dunia yang penuh keajaiban. Betapa tidak akan tampak seperti keajaiban jika Harimau Perang akan tampak muncul sebentar di udara dalam gerak sangat lamban, sambil merentangkan dua pedang bagaikan tarian dalam impian, hanya untuk kembali menghilang...

    Betapapun, bagi kami jelas belaka, bahwa utusan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang itu sudah kehabisan daya dalam usahanya mempertahankan kecepatan untuk mengimbangi gerakan Harimau Perang. Setiap kali melambat busananya tercabik, kulitnya tersayat, dan pedangnya terpental ke dunia awam, jatuh berdentang-dentang di lantai batu.

    Sekarang setiap orang melihat ke atas. Keduanya tidak akan turun kembali. Utusan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang tertancap pada salah satu tiang penyangga kuda-kuda, dengan pedang Harimau Perang menembus tepat di tengah dadanya. Sedangkan Harimau Perang sendiri sudah tidak kelihatan lagi.

Sun Tzu berkata:

    petarung terampil berdiri pada dasar kokoh;
    ia tidak membuang kesempatan mengalahkan lawan
. 1

    Saat yang sama kami sudah berkelebat keluar. Mula-mula ke liyuan atau lapangan dalam utama, lantas melenting naik ke wuwungan zhengfang itu, tempat kami temukan genting sudah terbuka, kiranya dari sanalah Harimau Perang meloloskan diri. Meskipun di setiap sudut terdapat pengawal dari Pasukan Siasat Langit, yang telah mengambil alih Istana Terlarang dari Pasukan Hutan Terlarang, dalam hujan deras berangin kencang dan kegelapan pekat seperti ini siapakah kiranya yang bisa melihat kelebat Harimau Perang?

    Namun di Taman Terlarang yang lebih mirip hutan, karena juga merupakan tempat berburu, kami melihat bayangan berkelebat itu, yang pada mulanya seperti menjauh dan menghilang, ketika kami kejar ternyata berbalik mendekat dan dengan kecepatan kilat menyerang!

    Harimau Perang yang selalu menghilang menantang kami bertarung? Betapapun serangan kedua pedangnya sungguh mematikan, seperti serangan dalam jurus ilmu pedang yang sengaja dibuat untuk sepasang pedang panjang melengkung, yang membuat serbuannya seperti sambaran kelelawar dalam kegelapan. Dalam malam berhujan, bagaimanakah cara menghindarinya?

    Maka kami pun memisahkan diri untuk menghindari bentrokan dan membingungkannya, tetapi lantas kembali secepat serangannya dengan angin pukulan melumpuhkan. Demikianlah dalam hujan deras dan gelap malam di Taman Terlarang, kami bertarung seperti kelelawar beterbangan yang saling menyambar.

    Suatu ketika angin pukulanku melambaikan tirai hujan yang tetes-tetes airnya segera berubah menjadi senjata rahasia tertajam, yang berdering dan berdenting dalam putaran tangkisan sepasang pedang Harimau Perang. Namun panah-panah wangi yang dilepaskan Panah Wangi sebagian menancap di tubuhnya, meski bukan di tempat yang mematikan. Ia tersudut pada sebuah pohon. Panah menancap pada bahunya. Pada pahanya. Pada lengannya. Darah mengalir dari segenap lukanya. Namun pada saat kilat berkeredap, untuk disusul gelegar guntur, dan bumi sesaat terang benderang, tidak juga dapat kami lihat dengan jelas wajahnya.

    Hujan deras sudah berubah menjadi gerimis. Panah Wangi mengangkat anak panah yang dipegangnya, seperti siap memberikan pukulan terakhir, tetapi aku mengangkat tangan mencegahnya. Di kejauhan terlihat suatu regu Pasukan Siasat Langit membawa obor, mencari-cari mayat para anggota Pasukan Hutan Bersayap yang tewas oleh panah-panah mantra Panah Wangi.

Saat itu terdengar letupan, Harimau Perang berubah menjadi asap, lantas menghilang.(bersambung)

_____________________________________________________________________
1. Sun-Tzu, The Art of War, diterjemahkan oleh John Minford [2009 (2002)], h. 156. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERTARUNGAN HARIMAU PERANG (SERI 320)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari