google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 CERITA PANAH WANGI (SERI 332) | Silat Naga Jawa

CERITA PANAH WANGI (SERI 332)

KLIK pada gambar untuk membesarkan

     PADA suatu malam, di bawah cahaya rembulan, Panah Wangi bercerita.

    "Kukira tidak seorang pun masih ingat dengan nama apa ia dipanggil. Ia adalah salah seorang serdadu bayaran yang tergabung dalam pasukan Karluk pimpinan ayahku yang disebut Panah Besar. Di dalam pasukan ayahku terdapatlah Panah Sakti, seorang muda yang menjadi tangan kanannya, dan berkat jasa Panah Sakti dalam menata pasukan, maka pasukan ayahku menjadi sangat berdaya sebagai pasukan tempur, yang meminta harga tinggi bagi pihak mana pun yang bermaksud menggunakan tenaganya.

    "Pasukan Karluk, dari sifatnya sebagai tentara bayaran, tidak membatasi diri kepada suku bangsa tertentu, melainkan menerima tenaga asing dari mana pun, selama kemampuan tempurnya bisa diandalkan. Betapapun, karena sebagian besar pasukan memang terdiri atas orang Karluk, maka mereka yang bukan orang Karluk seperti harus menerima persyaratan lebih berat. Maka ketika seorang muda yang tampak asing ingin bergabung, meskipun tubuhnya tinggi besar, Panah Besar sebetulnya menolak, tetapi Panah Sakti mengatakan sebaiknya seorang Karluk mengalahkan anak muda itu dalam pertarungan lebih dulu sebelum menolaknya.

    "Tidak kurang dari 100 orang Karluk berusaha menjatuhkannya, tetapi anak muda itu tetap bertahan, bahkan seperti tidak ada yang akan bisa mengalahkannya, sampai Panah Sakti sendiri yang harus masuk gelanggang. Menurut Panah Sakti, meskipun anak muda itu akhirnya kalah, siapa pun orangnya yang bisa menundukkan 100 prajurit Karluk, sangat layak bergabung sebagai anggota pasukan Karluk, dan tiada seorang pun bisa membantahnya. Maka anak muda itu pun hidup bersama kami, berburu bersama kami, bertempur bersama kami, dan Panah Sakti mengajarkan segala hal yang diketahuinya kepada anak muda itu.

    "Daku masih seorang remaja waktu itu. Panah Besar, ayahku yang menjadi kepala suku, menjodohkan diriku dengan Panah Sakti, dan kami hanya bisa berbahagia karena sejak lama memang sudah saling mencintai. Meskipun tertunda oleh berbagai pertempuran, kami mengerti betapa perkawinan hanyalah soal waktu. Dalam perburuan, pertempuran, dan berbagai pertemuan antarsuku, setiap kali mata kami bertatapan dada kami berdebar, dan betapa bersyukur kami bahwa dalam hidup ini kami telah dipertemukan. Semua ini berlangsung dalam tatapan anak muda tersebut, yang tidak pernah kuduga ternyata menyimpan suatu hasrat terhadapku.

    "Suatu ketika kami berdua mendapat tugas melakukan pengintaian malam. Di balik batu kami melakukan pengamatan atas suatu pasukan Tang, yang dalam jumlah besar melakukan pergerakan malam. Seperti biasa kami menghitung jumlah pasukan, banyak sedikitnya perbekalan, dan memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda yang memberi petunjuk tertentu. Di balik dua batu besar dengan lubang pengintaian pada celahnya, terletak di atas bukit pula, kedudukan kami dapat dikatakan sangat menguntungkan dan aman, sehingga dengan tenangnya daku membalikkan tubuh yang semula tengkurap menjadi telentang menatap bintang.

    "Saat itulah anak muda yang sangat disayangi Panah Sakti itu mendadak berusaha memperkosa diriku. Begitu mendadak, begitu cepat, begitu kuat, dan begitu mengejutkan, sehingga membunuh daya perlawananku, dan karena itu nyaris berhasil jika tidak muncul Panah Sakti sendiri. Panah Sakti, yang melakukan pengintaian di bagian lain, sedang berpindah tempat ketika memergoki kejadian itu. Memenuhi perasaannya, tentu anak muda yang wajahnya selalu tertutup bayangan dan rambut lurus panjang itu akan dibunuhnya, tetapi berada dalam tugas pengintaian, sebaliknya tidak satu suara pun boleh dikeluarkan.

    "Panah Sakti sempat menotoknya dari jarak jauh, dan tentu sangat mudah membunuhnya dalam keadaan seperti itu. Namun, selain Panah Sakti sangat patuh kepada peraturan, bahwa kebersalahan seseorang di dalam pasukan ditentukan oleh peradilan ketentaraan, kami harus segera bergabung dengan pasukan berkuda Karluk.

    "Pasukan berkuda ini diperintahkan oleh Panah Besar untuk memecah perhatian pasukan Tang di bawah, dengan justru memancingnya dengan serangan mendadak, tetapi lantas segera pergi dengan harapan dikejar. Saat itulah pasukan Ta-shih berjubah hitam Abbassiyah disepakati menyerang. Meski kejadian tahun 751 di Sungai Talas itu sebetulnya sudah lama berlalu, tetapi bentrokan di wilayah tersebut, yang melibatkan orang Karluk, masih selalu terjadi.

    "Maka totokan itu pun dipudarkan oleh Panah Sakti, dan kami bertiga terwajibkan untuk menyisihkan masalah masing-masing, karena terlibat ke dalam pertempuran yang akan segera berlangsung." (bersambung)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "CERITA PANAH WANGI (SERI 332)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari