google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 GULUNGAN CAHAYA DAN BAYANGAN BERKELEBAT (SERI 23) | Silat Naga Jawa

GULUNGAN CAHAYA DAN BAYANGAN BERKELEBAT (SERI 23)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

"Curang!" kata anak muda yang membawa pedang itu, "dalam bisai tidak dibenarkan menggunakan senjata rahasia, jarum beracun hanya untuk orang golongan hitam!"

Suasana menjadi tegang. Para penonton, meski tidak dapat mengikuti pertarungan sebagai gulungan cahaya dan bayangan berkelebat, tetap saja ikut menjadi tegang karena memahami persoalan.

"Siapa kamu anak ingusan? Apakah kamu tidak tahu peraturan? Segalanya diperbolehkan dalam bisai, selama yang berhadapan adalah satu lawan satu. Kini dirimulah yang melanggar peraturan, karena Gembala Sakti telah mendapat bantuan!"

Gembala Sakti pun berkata.

"Aku pun lebih baik mati daripada mendapat bantuan, anak muda, sekarang minggirlah biar kuselesaikan pertarungan..."

Gembala Sakti mengangkat toya siap bertarung kembali, tetapi saat itu pula dirinya ambruk ke tanah dan tidak bangun lagi. Sastrawan Kejam dari Tianshan tersenyum dingin sembari mengipasi wajahnya meskipun tidak kepanasan.

"Pertolonganmu gagal anak muda, cukup satu jarum menyerempat kulitnya, maka darah akan membawa racun bisa kalajengking itu ke jantungnya. Kini bersiaplah menyusulnya. Kurasa tak penting bagiku siapa namamu, tetapi kamu akan kuberi hukuman setimpal karena mengganggu kesenanganku!"

Sehabis mengucapkan kata-kata itu Sastrawan Kejam dari Tianshan mengebutkan kipasnya, dan meluncurlah jarum-jarum beracun ke arah anak muda yang memegang pedang. Namun anak muda itu melejit dengan ringan ke atas sehingga jarum-jarum beracun itu lewat di bawahnya, meskipun pada saat itu jarum-jarum beracun lain telah melesat pula dari kibasan lengan baju Sastrawan Kejam dari Tianshan. 

Kali ini tidak bisa dibayangkan betapa anak muda yang tampak masih polos itu dapat menghindar. Ilmu silatnya mungkin saja tinggi, tetapi sudah jelas ia belum berpengalaman hidup di rimba hijau dan sungai telaga yang penuh tipu daya serta kelicikan.

Yan Zi dan Elang Merah, dengan cara pandangnya masing-masing, segera dapat membaca suatu keadaan: bisai memang diandaikan sebagai gelanggang mengadu ilmu silat secara ksatria. Semula memang hanya sebagai pertarungan persahabatan tanpa kematian, karena hanyalah merupakan bagian dari pertemuan antar perguruan yang besar seperti Shaolin-pai dan Wudang-pai; tetapi kemudian apabila bisai juga menjadi pertarungan antara para pendekar golongan merdeka, maka kematian dianggap akibat yang wajar selama berhadapan satu lawan satu - bahkan kemudian ketika orang-orang golongan hitam yang berilmu tinggi ikut pula memasuki gelanggang dan mengajukan tantangan, kelicikan dan tipu daya macam apa pun akhirnya diterima sebagai bagian dari ujian kemampuan dengan nyawa sebagai pertaruhan. 

Betapapun, pendapat tentang bagaimana bisai bisa mengesahkan kependekaran tetap terpecah-pecah, seperti diperlihatkan oleh peristiwa ini. Namun kepentingan Yan Zi dan Elang Merah bukanlah bisai, melainkan jejak melalui anak muda itu untuk menemui Harimau Perang. 

Aku memang tidak menjelaskan terlalu banyak perihal kematian Amrita kepada keduanya, tetapi menekankan pentingnya peran Harimau Perang dalam gagalnya pasukan pemberontak yang dipimpin Amrita menguasai Thang-long, yang sebaliknya bahkan menjadi medan pembantaian mereka di sepanjang Sungai Merah.

Maka dalam secepat kilat, keduanya menggerakkan tangan seperti tak sengaja membenahi rambut. Gerakan yang seperti tidak ada artinya ini menghasilkan angin pukulan yang merontokkan sekali lagi jarum-jarum beracun Sastrawan Kejam dari Tiangshan, sehingga pemegang kipas maut itu menjadi penasaran, tetapi tidak sempat berbuat apa pun karena anak muda itu telah menyerangnya dengan sebat.

Segeralah keduanya berubah menjadi gulungan cahaya dengan suara mendesis-desis dari kebutan kipas dan sabetan pedang yang saling sambar-menyambar. Tidak dapat diragukan lagi betapa ilmu silat keduanya memang sudah sangat tinggi. 

Namun ternyata itulah yang selalu terjadi, bagi mereka yang tingkat ilmu silatnya sama atau lebih tinggi, tentu akan mengetahui belaka betapa setiap kali Sastrawan Kejam dari Tianshan itu berada dalam kedudukan lebih menguntungkan untuk menyelesaikan pertarungan, terutama dengan cara bersilatnya yang penuh kelicikan, selalu saja gagal karena pertolongan yang datang dari luar gelanggang.

"Kurang ajar!" Sastrawan Kejam dari Tianshan itu memaki. "Bisai ini penuh dengan kecurangan!"

Memang benar rupanya pendapat yang disampaikan pemuda itu kepada adik perempuannya, seperti yang juga telah didengar oleh Yan Zi dan Elang Merah, bahwa ilmu pedang yang diberikan oleh guru mereka Harimau Perang lebih dari cukup untuk menghadapi ilmu kipas Sastrawan Kejam dari Tiangshan, kecuali bahwa pengalaman bertarungnya ternyata sangat kurang untuk menghadapi kelicinan dan kelicikan lawan dari golongan hitam...(Next Seri 24)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "GULUNGAN CAHAYA DAN BAYANGAN BERKELEBAT (SERI 23)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari