google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 ANTARA KEINDAHAN DAN KEKEJAMAN (SERI 258) | Silat Naga Jawa

ANTARA KEINDAHAN DAN KEKEJAMAN (SERI 258)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

DALAM kegelapan, di hadapan mayat - mayat bergelimpangan, siapakah yang akan melihat diriku menari? Namun bagi siapa pun yang berusaha membayangkannya, aku sama sekali tidak sedang menari, melainkan sedang membawakan jurus-jurus musuh teluh, karena jika Jurus Naga Membantai Bayangan Kosong belum bisa memudarkan teluh itu, bahkan sebaliknya menggandakannya, maka harus segera disusul jurus-jurus bersepuh rapalan mantra yang seharusnya akan mematikannya.

Seperti tarian tetapi bukan tarian, ketika diriku mengambang dengan gerak lamban dalam Jurus Naga Mengecoh Ilmu Gaib, yang harus segera disusul Jurus Naga Menelan Mantra, dan ditutup Jurus Naga Membanting Tukang Sihir. Dengan jurus terakhir ini, jika kedua jurus sebelumnya berjalan dengan baik, maka sang penyihir di mana pun tempatnya berada akan terserap ke hadapanku, dan saat itulah kami berdua harus melakukan pertarungan hidup dan mati.

Maka aku pun mengambang dan bergerak pelan seperti mantra itu telah membuatnya, jurus tetapi bukan jurus silat, ini jurus peredam dan pembunuh sihir. Begitulah letik cahaya kunang-kunang yang berkeredap muram kemerah-merahan itu melesat lebih lagi ke arahku, tetapi kali ini bukan dengan daya membunuh, melainkan justru terserap ke dalam diriku tanpa daya apa pun. Dengan terserapnya berlaksa-laksa letik cahaya yang muram itu, bukan hanya diriku, melainkan siapa pun di mana pun tidak akan dapat dicelakakan oleh gubahan sihir, yang dalam kenyataannya tiada dapat memilih lawan atau kawan.

Arus berlaksa-laksa letik cahaya kunang-kunang, yang berkeredap muram kemerah-merahan, ternyata nyaris tiada habisnya, mengikuti gerakanku sehingga tampak seperti tarian naga. Arus itu menyerapkan diri ke dalam diriku saat kumainkan jurus-jurus tersebut berurutan satu per satu, sebagaimana seharusnya jurus-jurus itu berlaku. 

     Jurus Naga Mengecoh Ilmu Gaib membuat arus cahaya itu melesat menuju ke arahku tanpa tujuan membunuh lagi. Jurus Naga Menelan Mantra membuat arus cahaya itu merasuki diriku, artinya lenyap terserap ke dalam asal gerakan jurus-jurus itu, yang segala keberdayaannya berbalik menyerap mengisap menyedot menarik dengan cara apa pun dari mana pun siapa pun orangnya penyebar teluh itu, yang ketika muncul harus diselesaikan dengan Jurus Naga Membanting Tukang Sihir.

Berada di mana pun, selama masih berada di dunia ini, sang penyihir akan lenyap dari tempatnya berada, di hadapan siapa pun, untuk muncul di hadapanku dan kubabat dengan pedang jian ini.

Pada jurus yang terakhir aku sudah menginjak tanah, tetapi arus berlaksa-laksa letik cahaya kunang-kunang yang berkeredap muram kemerahan, terus merasuk lewat gelombang jurus yang kubawakan seperti tarian terpelan, begitu pelahan, amat sangat pelahan, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih pelan. Dari kejauhan akan terlihat bagai tarian naga kemerahan yang dalam keperlahanannya mungkin tampak sangat indah, yang tidak akan membuat siapa pun menduga betapa keindahan itu begitu sarat dengan kekejaman.

Ketika arus cahaya muram habis bagaikan naga menari itu merasuki diriku, penyihir itu muncul dari kegelapan tanpa bisa menahan sedotan, dalam keadaan mengambang meluncur ke depan dengan pedang hitam terhunus yang dipegang dua tangan lurus ke depan. Penyihir itu mengharapkan untuk mati bersama, tetapi Jurus Naga Membanting Tukang Sihir tidaklah mengizinkannya.

Begitu muncul kusambut dirinya dengan Jurus Naga Menggeliat Mengibas Ekor yang berupa sepakan lwe-kang, sehingga bukan saja pedang hitamnya terlepas dan menancap tegak lurus, tetapi dirinya berputar seperti gasing ke atas. Waktu turun kulakukan pembabatan, bukan dengan pedang jian, tetapi dengan pedang hitam yang menyambut putaran gasing.

Terbelahlah penyihir itu menjadi 108 potongan. Ketika menyentuh tanah setiap potongan itu menyala karena api, dan mengeluarkan bunyi desis sekeras-kerasnya ketika lenyap dan meninggalkan asap. Setelah itu pedang hitam tersebut membara kemerahan karena dengan lwe-kang pula diriku melelehkannya.

Saat itulah terdengar jeritan keras mengaduh-aduh melolong-lolong yang diakhiri suara seperti tercekik.

Lantas sisanya hanyalah sunyi ....

Saraha berkata:
'Inilah diriku dan inilah yang lain.'

bebaslah dari ikatan yang meliputi dirimu,

maka dirimu sendiri terbebaskan 1

Ternyata masih terdengar suara tawa terkekeh-kekeh, yang datang dari atas genting salah satu bangunan. Kukira aku mengenali suaranya! (bersambung)
________________________________________
1. Edward Conze, Buddhist Scriptures [1973 (1959)], Page-179.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ANTARA KEINDAHAN DAN KEKEJAMAN (SERI 258)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari