google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 ANGIN BERTIUP SEMAKIN KERAS (SERI 260) | Silat Naga Jawa

ANGIN BERTIUP SEMAKIN KERAS (SERI 260)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

MEMANG ceritaku berbeda dengan ceritamu!"

Kudengar suara di belakangku. Selendang Setan! Hmm. Masih perlukah kulakukan sesuatu di sini, setelah semua pelaku dari lakon mereka kembali lengkap?

"Pendekar Tanpa Nama boleh menjadi saksi dari apa yang akan terjadi nanti, dan kalau perlu menengahinya, karena orang tua ini sungguh licik dan mesum sehingga tiada semestinya dunia persilatan membiarkannya tetap hidup!"

Itu berarti aku tidak bisa pergi. Baiklah.

"Apa maksudmu, betina, bahwa aku licik dan mesum? Apakah bukan dirimu dulu yang bersumpah setia di hutan itu, menyatakan cinta sampai mati? Dan apakah lagi yang bisa dibuktikan sekarang ketika dirimu terkenal sering berganti lelaki meski tak bisa mengawininya? Apakah kamu pikir kami tidak mengerti akan perasaan cemburumu yang di luar batas kepada perempuan kekasih Pemuda Liu itu? Setidaknya aku pun tahu rencanamu untuk meninggalkan Kesatuan Perompak Sungai Ular, yang kepadanya dirimu terikat sumpah, tetapi akan tetap kamu jalankan juga karena tergila-gila dengan pemuda yang sebetulnya anak perompak sungai di hulu, yang sebetulnya juga merupakan tabu?

"Coba bayangkan jika pemuda bodoh itu tidak terbunuh oleh Pendekar Tanpa Nama, dan jika istrinya yang hampir berhasil mengelabui kita itu tidak terbunuh oleh Pendekar Panah Wangi, yang kebetulan sekali sedang menyeberangi sungai ini. Bayangkan! Kebetulan yang menguntungkan! Apa jadinya kalau tidak? Mungkin bukan dirimu, tetapi istri Pemuda Liu itulah yang akan menjadi ketua Kesatuan Perompak Sungai Ular, karena Pemuda Liu pun pasti akan dibunuhnya! Dan tahukah kamu siapa dia?"

Selendang Setan tidak menjawab. Pengemis Tua Berjenggot Putih itu melanjutkan. Langit sudah cerah sekali karena semua orang sudah mati. Angin bertiup tidak terlalu kencang, seperti sengaja memperdengarkan kesunyian itu sendiri.

"Tentu saja kamu tidak mengerti wahai perempuan yang kini bernama Selendang Setan, karena kamu hanya peduli terhadap dirimu yang selalu mencari cinta dari dunia orang awam, siapa pun, asal bukan dunia persilatan. Ya, jangan dikira diriku tidak tahu wahai Selendang Setan, betapa dirimu sebetulnya merasa rendah diri menjadi anak perompak yang tidak mampu membaca aksara.

"Kamu merasa betapa orang awam yang mampu membaca, dan apalagi yang berpikir sedikit lebih berat adalah tinggi derajatnya, dibandingkan dengan para penyoren pedang dari dunia persilatan, apalagi di dunia persilatan pun dirimu termasuk golongan hitam yang memang hidup tidak untuk dipuji, melainkan untuk dikutuk dan dimaki.

"Bukankah itu sebabnya kamu tidak belajar Ilmu Silat Selendang Setan dari kitab, melainkan dengan cara pemindahan tenaga prana dan mantra-mantra jurus langsung dari ayahmu, dan sesungguhnya itulah yang menjadi salah satu penyebab kematiannya? Kukatakan salah satu, wahai Selendang Setan, karena kamu tahu apa lagi yang kamu lakukan untuk membunuhnya!

"Tahukah engkau Selendang Setan, siapa sebenarnya perempuan yang hampir kamu bunuh, tetapi sebetulnya hampir membunuhmu itu? Memang benar aku Pendekar Tanpa Nama dan Pendekar Panah Wangi telah berbaik hati menangkis pukulanmu, tetapi jika pun kami bertiga pada saat yang sama tidak sedang menyeberangi sungai ini, kujamin kamu yang akan menjadi korban."

Selendang Setan sejak tadi memandang Pengemis Tua Berjenggot Putih dengan tenang.

"Bicaralah terus Pengemis Tua Berjenggot Putih," katanya, "tidakkah dikau sadari betapa dirimu sungguh sedang mengungkap kebusukanmu sendiri?"

Angin bertiup lebih kencang, dan semakin kencang, dan tidak pernah kembali pelahan, sehingga dengan segera terdengar suitan panjang angin yang mengencang tiada tertahan di antara dua dinding lembah sungai itu.

Pada wuwungan itu, Pengemis Tua Berjenggot Putih berdiri perlahan-lahan. Aku menahan napas. Terasakan olehku tubuhnya yang bergetar menahan1 amarah. Sikap Selendang Setan memang meyakinkan, tetapi nada dan cara berbicara Pengemis Tua Berjenggot Putih meyakinkan sebagai penanda kejujuran. Mungkinkah kedua-duanya benar?

Saraha berkata:
bertanyalah tanpa keraguan,

bebaskan gajah yang adalah pikiranmu,

bahwa ia akan minum air sungai,

dan tinggal di anak sungai sesukanya. 1

Kusadari urusan mereka sangat rumit. Aku sebetulnya tidak ingin terlibat. Namun aku berkepentingan dengan pembunuh begitu banyak orang, yang sebagian masih mengambang di sungai ini... (bersambung)
________________________________________
1. Edward Conze, Buddhist Scriptures [1973 (1959)], Page-178.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ANGIN BERTIUP SEMAKIN KERAS (SERI 260)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari