google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 PERLAWANAN TIDAK TERDUGA (SERI 245) | Silat Naga Jawa

PERLAWANAN TIDAK TERDUGA (SERI 245)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

MEMBERI peringatan maharaja bayangan, bahwa dua pembunuh sedang melaju di belakangnya, adalah yang terbaik, tetapi bagaimana caranya? Jarak kami semua masih terlalu jauh untuk peringatan macam apa pun, suara maupun senjata belum bisa berguna, apalagi dengan hujan deras dan angin kencang yang mengharu-biru seperti ini. Nyaris hanya kekelabuan yang kami saksikan di depan, tetapi kuda cepat ini ternyata tidak mengurangi kecepatannya sama sekali, sehingga kami percayakan saja perburuan para pembunuh bayaran ini kepada kuda kami. 

Dunia bagaikan tirai kelabu yang terusmenerus bergoyang karena angin, membuat laju kuda ke depan ini bagaikan perjalanan menembus tirai kelabu demi tirai kelabu, yang tidak bisa dilakukan dengan tenang karena tirai terkelabu itu adalah hujan angin terdingin, begitu dingin, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih dingin.

Adapun yang bisa kulihat hanyalah kuda yang kutunggangi. Kuda hitam dengan surai rimbun lembut yang kini menjadi basah oleh hujan deras dan dingin, yang kini suaranya tidak lagi seperti bisikan atau desahan, tak lagi seperti gumam bahkan tak juga rintihan, melainkan keterpendaman yang berjuang diungkapkan tanpa keberhasilan apa pun kecuali kekesalan, kekecewaan, dan kemarahan tak terkatakan. Kilat dan halilintar seperti menambah kegalauan, membuat kami bagaikan terkurung oleh kemalangan, bahkan seperti mengalami kutukan, tetapi kuda ini, ya kedua kuda ini, dengan tenang seperti impian, membawa kami menembus tirai demi tirai lagu badai yang seperti tidak akan pernah bisa dihentikan.

Maka lambat laun segala bunyi kekalutan yang meluluhlantakkan perasaan, tersapih menjadi lagu ketenangan tak tersuarakan, dan guncangan badan akibat tapak kuda pada bumi hilang, tinggal laju perjalanan menembus tirai kekelabuan dari hujan badai yang meskipun tampak dalam pandangan bagai datang dari lapisan dunia lain, sehingga hujan tiada pernah hadir sebagai hujan selain bayangan hujan. Busana kami basah kuyup meskipun kami masih mengenakan caping, apakah Panah Wangi mengalami peristiwa yang sama seperti yang kualami? Kulihat ke samping dan kulihat dirinya berkuda seperti seorang dewi, seperti berkuda, hanya seperti, karena sebetulnya terbang...

Kong Fuzi berkata:
seorang beradab terpermalukan
jika membiarkan kata-katanya
melebihi perbuatannya 1

Tiada dapat kami katakan berapa lama kami bergulat dengan hujan badai, yang bukan hanya membasahkan badan, tetapi juga mengguncangkan perasaan, bukan sekadar karena angin yang kencang, melainkan juga kilat dan halilintar yang terus-menerus berkeredap, ditingkah kerasnya guntur yang seperti berkehendak membelah bumi. Namun pada saat haru-biru hujan badai kelabu itu telah kami lewati, di balik tirai tipis gerimis kami lihat dua pembunuh bayaran yang kami buru itu memang benar sudah tinggal 1 li jaraknya dengan kami, tetapi tinggal setombak saja jaraknya dengan sang maharaja bayangan!

Tangan salah seorang pembunuh itu sudah terangkat, siap melempar tombak pendek ke arah punggung maharaja bayangan, yang dalam hujan gerimis pun berkuda tenang-tenang sebagaimana layaknya awam. Jelas dewa sekalipun tidak mungkin menolong maharaja bayangan dari tangan pembunuh bayaran yang sangat piawai, sementara pembunuh bayaran yang lain mencabut pedang pendek dengan tangan kiri, seperti siap menghadapi segala kemungkinan jika lemparan tombak itu gagal. 

Namun ternyata tidak, saat tombak dilemparkan pedang di tangan kiri terayun ke leher maharaja bayangan, seiring dengan percepatan laju kudanya ke samping kuda calon korbannya itu. Dadaku terkesiap menyadari kemungkinan terburuk di depan mata, setelah perjalanan berliku yang menuntut perhatian dan kehati-hatian yang sangat besar. Panah Wangi telah mementang busur di atas kudanya yang seperti terbang, dan aku berada di ambang penggunaan Jurus Tanpa Bentuk, ketika tubuh maharaja bayangan itu merunduk sehingga tombak dan sabetan pedang dengan tangan kiri itu luput.
Kedua pembunuh bayaran yang tiada mengira sasarannya bisa menghindar itu tak kuasa menahan laju kudanya, sehingga leher mereka terpaksa melewati dua pedang mahatajam, yang tanpa menoleh dipentang sang maharaja bayangan pada tangan kiri dan kanan. Kedua kuda pembunuh bayaran itu terus melaju dengan penunggang tak berkepala yang ambruk menelungkup di punggungnya. Kedua kuda itu tak pernah berhenti. (bersambung)
_________________________________________________________________
1. Dari Buku ke-14, ayat ke-29, melalui Arthur Waley, The Analects of Confucius [1989 (1938)], h. 187.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERLAWANAN TIDAK TERDUGA (SERI 245)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari