google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 PANAH-PANAH CINTA...(SERI 273) | Silat Naga Jawa

PANAH-PANAH CINTA...(SERI 273)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

DALAM hujan lebat di kaki pegunungan di Terusan Hexi itu, Panah Wangi melihat kesatuan Pasukan Ta-Shih Berjubah Hitam. Jumlah mereka hanya 100 orang, tetapi mereka mengenakan tanda-tanda ketentaraan, sehingga jika dengan tanda-tanda itu mereka melewati perbatasan, maka sudah jelas melakukan pelanggaran.

"Mereka mengenaliku dan sebaiknya aku bersikap biasa saja jika ingin mengetahui lebih banyak," kisah Panah Wangi, "meski hatiku sudah ingin terbang menyusulmu.''

Ternyata mereka memang sedang memata-matai apa yang berlangsung sepanjang jalur cepat. Baik pihak Kerajaan Tibet maupun Khaganat Uighur telah menawarkan kerja sama kepada Kekhalifahan Abbassiyah untuk memerangi Negeri Atap Langit, tetapi Khalifah Abu Jafar al-Mansur tidak pernah mempunyai minat untuk menyerbu Chang'an seperti kedua seteru abadi Negeri Atap Langit, yang bahkan pernah melakukannya itu. Bagi Al-Mansur cukuplah bahwa kini pihaknya¬lah menguasai jalur perdagangan yang disebut Jalur Sutera itu.

Sebaliknya, yang pernah dilakukan sang khalifah justru membantu sang maharaja merebut kembali Chang'an dari tangan An Lushan. Namun pada 798, apakah kedudukan kekuasaan masing-masing masih sama?

"Aku sendiri, karena sudah lama meninggalkan seluk-beluk kerahasiaan perbatasan, tidak mengetahui kedudukan masing-masing," kata Panah Wangi.

Pasukan Ta-Shih Berjubah Hitam rupanya telah diminta oleh Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang untuk menyerbu Chang'an dengan seribu satu alasan. Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang telah menjanjikan betapa jalan mereka akan mulus karena perhatian para panglima Wangsa Tang akan dipecah oleh berbagai serbuan di perbatasan sepanjang Terusan Hexi, dari selatan oleh Kerajaan Tibet dan dari utara oleh Khaganat Uighur.

Namun bukan saja orang-orang Abbassiyah tidak memenuhi permintaan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, melainkan mereka bermaksud menyampaikan rencana ini kepada pihak yang berkepentingan di Chang'an. Karena, jika mereka menolak memenuhinya, Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang sangat mungkin akan mencari sekutu lain. Betapapun Chang'an terlalu jauh, jadi kabar itu mereka sampaikan kepada para panglima di perbatasan, yang segera meneruskan berita itu melalui para pengantar surat di jalur cepat. Usaha ini terendus oleh jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang mencegat semua pengantar surat dan membunuhnya. Rahasia yang kubawa ternyata berbeda, dan memang harus tetap tinggal sebagai rahasia.

Kuingat lagi Laozi berkata:
rahasia menantikan wawasan mata yang tak kabur oleh kerinduan;

mereka yang terikat kehendak hanya melihat bungkusnya 1

"Pasukan ini mengawasi lalu-lintas jalur cepat, dan mengerti bahwa berbagai perkumpulan rahasia mencegat dan membunuh para pengantar surat," kata Panah Wangi. ''Mereka ingin memastikan pesan mereka sampai, dan mereka kebingungan menentukan siapa yang harus membawa pesan itu, sampai mereka melihatku dan memintaku untuk membawa pesan ke Chang'an. Aku mengiyakan saja agar tidak menambah masalah, tetapi baru kusadari kemudian bahwa jaringan mata-mata Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang dengan cepat mengendus betapa diriku juga membawa pesan itu.

"Sepanjang jalan silih berganti orang mencegatku. Aku berkuda sambil terus-menerus melepaskan anak panah, dan tiada lagi yang bisa kulakukan selain terus-menerus melepaskan anak panah seperti itu, jika ingin kudaku tetap melaju tanpa halangan sepanjang jalan. Meski sosok pencegat yang siap menyabetkan kelewang itu masih jauh di depan, aku tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengirimkan anak panah yang akan menancap pada dahi atau lehernya.

"Siapa pun yang berkuda setelahku nanti akan menyaksikan mayat-mayat para pencegat yang bergelimpangan dengan panahku pada dahi atau lehernya, dan dengan segala hormat aku minta maaf jika mayat-mayat itu akan menghalangi jalan, serta memperlambat kecepatan para pengantar surat dalam tugas mereka pada hari-hari selanjutnya. Betapapun yang kupikirkan adalah dirimu, Pendekar Tanpa Nama. Hanya dirimu, karena aku tidak mau lagi kehilangan jejak-jejak cinta yang bagaikan selalu menjauhi hidupku."

Aku pun tidak tahu mengapa setiap kali kudengar kata cinta lantas terhela napas panjang. Mungkinkah karena cinta seperti gagasan yang begitu indah tetapi telah mengakibatkan begitu banyak penderitaan bagi banyak orang yang mendambakannya? Aku masih memejamkan mata. Adakah di dunia ini orang yang tidak mencari cinta? Tidak kudengar lagi suara Panah Wangi, tetapi di ruangan lain kudengar isak tangis tertahan-tahan. (bersambung)
________________________________________

1. Dari ayat ke-1 dalam Daodejing, diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh R. B. Blakney [1960 (1955)], P. 53.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PANAH-PANAH CINTA...(SERI 273)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari