google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 ANTARA KECANTIKAN DAN PENGETAHUAN (SERI 262) | Silat Naga Jawa

ANTARA KECANTIKAN DAN PENGETAHUAN (SERI 262)


KLIK pada gambar untuk membesarkan


"DEMIKIANLAH cerita ayahmu, Selendang Setan. Ibumu nyaris dibunuhnya jika tidak muncul pendekar kebiri itu," Pengemis Tua Berjenggot Putih melanjutkan ceritanya, ''Mereka bertarung sampai tiga hari tiga malam tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang, sampai mereka bersepakat untuk menghentikannya. Orang kebiri itu meminta agar ayahmu melepaskan saja ibumu, bukan sekadar karena telah bersama seseorang yang lain, tetapi juga karena sedang mengandung adikmu." Selendang Setan mengendorkan bentangan selendangnya. "Jika semua itu benar, Pembual Tua, dapatkah kamu katakan siapa orangnya yang telah membuat ibumu berpaling dari ayahku?" Pengemis Tua Berjenggot Putih tersenyum getir. "Ya, ayahmu menceritakan kepadaku, tetapi dengan permintaan agar aku tidak mengungkapkannya. Jadi aku pun tidak bisa mengatakannya, Selendang Setan." "Benar dugaanku, kamu masih pembual, mengapa harus kubuang waktuku untuk mendengarkan semua karanganmu ini!" "Tunggu dulu Selendang Setan, ayahmu mengambil kebijakan itu karena jika namanya diungkapkan, hidupmu tidak akan menjadi tenang." Selendang Setan mengebutkan selendangnya ke sebuah batu besar di dekatnya, yang langsung hancur menjadi tumpukan kerikil. "Sudah jelas kamu harus kubunuh! Pengarang cerita sumber petaka!" "Mengapa marah Selendang Setan? Ini karena dirimu mempercayainya!" "Coba katakan, apakah kekasih ibuku itu seorang penyoren pedang?" Pengemis Tua Berjenggot Putih tersenyum. "Bukan." "Hmmm." Senyum Pengemis Tua Berjenggot Putih itu semakin lebar. "Laki-laki memang keliru jika merasa perempuan hanya tertarik kepada diri mereka karena ototnya," lantas ia tertawa, "Ya, seperti salahku sendiri, mengira kamu akan selalu cinta kepadaku karena segenap keunggulanku." Namun senyumannya menjadi getir. "Sebaliknya, kamu terkagum-kagum dengan seorang lelaki berotak dan berpengetahuan, yang tentu saja tidak dapat kutandingi dengan membaca kitab-kitab ilmu pengetahuan dan keagamaan sama banyak dengan dirinya, karena menyempurnakan Jurus Tongkat Pengemis Menggebuk Anjing Kudisan saja sudah membutuhkan seluruh waktu hidupku. Namun, Selendang Setan, kamu pun telah mengalaminya, betapa segera membosankannya ketubuhan maupun kecantikan bagi orang yang berotak dan berpengetahuan itu, meski bukan berarti mereka tidak ingin menikmatinya. "Maka begitulah mereka selalu meninggalkanmu Selendang Setan, karena dirimu tidak mengenal aksara, tidak mampu membaca kitab-kitab, tidak mengenal puisi, apalagi berbincang tentang filsafat. Kamu anak seorang perompak terkejam dan ditakuti, membunuh orang bagimu pekerjaan sehari-hari, mengapa pula kamu masih berharap mendapatkan suami beradab?" Dhammapada berkata: Seorang bodoh yang berpikir dirinya bodoh, atas alasan itu adalah orang bijak. Seorang bodoh yang berpikir dirinya bijak memang disebut bodoh. 1 Aku sangat mengerti kekecewaan Pengemis Tua Berjenggot Putih, tetapi aku juga dapat memahami cita-cita perempuan seperti Selendang Setan, yang berharap agar nasibnya tidak terjebak lingkaran setan, yakni mendapat suami dari kalangan perompak, yang selain jelas buta aksara pun peradabannya boleh dipastikan mengenaskan. Bahkan Pengemis Tua Berjenggot Putih yang disegani karena membebaskan diri dari keterikatan dengan Partai Pengemis, tidaklah cukup beradab bagi Selendang Setan, karena, benar juga, masa depan macam apakah yang bisa diharapkan dari seorang pengemis? Kini angin bertiup kencang sekali. Sangat kencang, begitu kencang, sehingga agar bisa saling mendengar, mereka yang bercakap-cakap harus berteriak-teriak. "Nah, apakah kamu jadi membunuhku Selendang Setan?" Pengemis Tua Berjenggot Putih berteriak lantang, "Tidak jadi soal bagiku sekarang apa yang akan kamu lakukan, karena seorang saksi dunia persilatan telah dapat dipercaya mende¬ngar apa yang kusampaikan. Banyak pihak akan memutarbalikkan cerita sesuai keinginannya, tetapi seorang pendekar telah mendengarnya." Tentu aku dapat mengerti jalan pikiran seperti itu, tetapi jika menyangkut diriku, apakah kiranya yang membuat Pengemis Tua Berjenggot Putih itu yakin bahwa diriku akan terus beredar di sungai telaga dunia persilatan Negeri Atap Langit? Betapapun aku ini hanyalah seorang pengembara yang tersangkut setahun lebih di Chang'an karena urusan Harimau Perang. Tidak ada jaminan apa pun betapa diriku akan tetap berada di Chang'an, bahkan tiada jaminan masih berada di Negeri Atap Langit jika urusanku selesai. Sekarang urusanku dengan Harimau Perang mengenai terbunuhnya Amrita Vighnesvara dalam pertempuran merebut Kota Thang-long yang gagal, belum selesai. Namun setelah urusan itu selesai, aku hanyalah seorang pengembara yang akan meneruskan perjalanannya bukan? "Pengemis Tua!" Selendang Setan juga berteriak lantang. Kulihat angin sekencang ini tidak mengganggu pemusatan perhatiannya. "Ya!" "Benarkah kamu tidak akan mengungkap siapa kekasih ibuku?" "Tidak!" "Tidak juga akan mengungkapnya jika aku bersedia menjadi istrimu?!" Namun suara angin sungguh terlalu keras. Pengemis Tua Berjenggot Putih itu tidak dapat mendengarnya. "Apa?!" (bersambung) ________________________________________ 1. Dari The Teaching of Buddha [2005 (1975)], Page-viii.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ANTARA KECANTIKAN DAN PENGETAHUAN (SERI 262)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari