google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 KEPAHLAWANAN PENGANTAR SURAT (SERI 266) | Silat Naga Jawa

KEPAHLAWANAN PENGANTAR SURAT (SERI 266)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

KUDAKU juga adalah kuda cepat pengantar surat. Aku dapat melaju sama cepatnya dengan mereka, hanya saja aku tidak mendahuluinya, karena jika demikian aku tidak akan mendapatkan keterangan apa-apa. Maka aku pun bertahan cukup dengan melaju di belakangnya. Betapapun kuda pengantar surat adalah kuda dengan laju tercepat. Kuharap mereka berhenti di suatu tempat dan di sana dapatlah kudengar sesuatu tentang apa yang sedang terjadi. Di langit mendung bergulung-gulung itu pun kadang terlihat merpati pengantar surat yang terbang dengan lincah menembus hujan.

Pesan macam apakah kiranya yang berlangsung susul-menyusul, dari arah berlawanan maupun yang searah denganku? Ini hanya mungkin terjadi jika terdapat peningkatan ancaman bahaya yang lebih dari biasa. Apalagi setiap pengantar surat itu selalu dihambat dengan bidikan anak panah, yang melesat begitu saja dari luar jalur cepat, ataupun mendapat serangan bacokan kelewang oleh seorang pembacok berkuda yang melaju secara tiba-tiba dari depan.

Tentu para pengantar surat sudah terlatih memapas anak panah yang melesat dengan ayunan pedang di tangan kiri, sementara kudanya harus tetap melaju tanpa sedikit pun mengurangi kecepatan; atau membungkukkan badan dan sambil membalas bacokan dengan bacokan, sehingga pembacok yang melaju dari depan itu terpental jatuh berguling-guling dengan luka menganga. Namun jika busur silang bagi anak panah itu jauh lebih kuat, dan bacokan kelewang yang mendadak dari depan itu menggunakan gerak tipu yang cerdik, kalaulah belum kehilangan nyawa, maka sang pengantar surat itulah yang akan terus memacu kudanya sambil menyandang luka.

Dalam hujan lebat dan kilat menyambar-nyambar, di depan mataku kulihat tangkisan pedang dengan tangan kirinya kalah cepat, dan panah itu menancap di tubuhnya dari samping; sehingga geraknya menjadi lambat ketika menangkis bacokan kelewang nan tajam dari depan, yang bergerak tipu pula, sehingga bahu kanannya pun terbabat. Memang benar pembacok itu tewas karena pedang pendek pengantar di tangan kanan membabat perut pada saat bersamaan dari belakang, tetapi kini ia melaju dengan luka-luka yang membuat sekujur tubuhnya bersimbah darah.

Dalam kekelabuan hujan lebat yang dahsyat kulihat semburan darah dari luka tempat anak panah itu menancap. Sedangkan luka di bahu kanannya masih mengalirkan darah yang terselaputi air hujan dan membuat sekujur tubuhnya memerah. Apa yang sebelumnya hanya cerita tentang para pengantar surat, kini kulihat dengan mata kepala sendiri. Mereka harus tetap melaju dengan luka yang diderita, dengan panah yang menancap di tubuhnya.

Tidak kurang yang kehilangan nyawa ketika sampai di tujuan, dengan tubuh sudah menelungkup pada punggung kuda. Namun tetap membawa gulungan surat rahasia yang tampak berharga jika ada isinya, dan alangkah getir rasanya jika kosong belaka. 

    Bukankah pernah kuceritakan bahwa keberadaan surat rahasia itu disamarkan dengan berbagai cara, antara lain dengan membuatnya tiada jelas, siapakah di antara pengantar surat yang susul-menyusul itu membawa surat rahasia yang sebenarnya. Artinya yang membawa surat rahasia palsu pun sebenarnya terancam kemungkinan bahaya yang sama. Mengantarkan surat di jalur cepat, yang menghubungkan pasukan perbatasan dengan Kotaraja Chang'an adalah pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa.

Pepatah Negeri Atap Langit mengatakan:
kehidupan mengungkap
lembaran agung yang disebut Waktu,

dan sekali berakhir
pergi selamanya 1

Hujan belum juga reda ketika mendekati Chang'an, tetapi apa yang terjadi tampak jelas. Telah berlangsung serangan ke Chang'an!

Ketika pengantar surat di depanku itu tiba di gardu berikutnya, tempat seharusnya berganti kuda, kepala gardu di sana memutuskan pengantar surat itu juga diganti, karena luka-lukanya yang sudah terlalu parah. Suratnya harus diantar orang lain. Namun dalam keadaan darurat, semua pengantar surat berada di jalan.

Ia belum meninggal ketika kubantu berbaring. Ia mengenaliku dari peristiwa hilangnya maharaja bayangan. Maka di¬panggilnya kepala gardu dan mereka segera berbisik-bisik. Lantas kepala gardu itu mendatangiku.

"Kami kekurangan tenaga pengantar surat dan pengantar surat itu mengatakan dirimu bisa dipercaya," katanya, "Bersediakah Pendekar Tanpa Nama menjadi pengantar surat untuk menggantikannya?"

Kurasa aku sama sekali tidak ingin menolaknya. (bersambung)
________________________________________
1. Joe Hyams, Zen in the Martial Arts [1982 (1979)], Page-41.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KEPAHLAWANAN PENGANTAR SURAT (SERI 266)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari