google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 TELUH BAGI KAUM PEROMPAK (SERI 256) | Silat Naga Jawa

TELUH BAGI KAUM PEROMPAK (SERI 256)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

AKU membuka pintu kedai, terasa hangat karena uap berlebihan dari dapur. Semua orang juga sudah mati dengan cara yang sama, yakni tiba-tiba tertekuk lututnya jika berdiri, tiba-tiba tertelungkup di meja makan jika sedang di sana, dan seperti tidak terjadi apa pun jika sedang tidur-tiduran, kecuali bahwa akan seperti tidur selamanya tanpa pernah bangun lagi, karena memang sudah mati.

Sedang makan, sedang minum, sedang bercakap-cakap, sedang tertawa-tawa, sedang melamun sendirian, sedang masak, sedang mencuci peralatan, tanpa sebab apa pun kehilangan nyawanya. Mati begitu saja. Kulihat api menyala di bawah kuali pemanas arak beras sebelum dimasukkan ke dalam guci dan dibawa ke depan.

Kejadiannya belum lama, tetapi sudah mematikan semuanya. Tentu saja bukan tanpa kesengajaan sama sekali. Bagaikan ilmu sirep, yakni ilmu yang membuat manusia tertidur, yang hanya berpengaruh kepada mereka yang lebih muda daripada ilmu sirep itu -kukira semacam ilmu penyebar wabah, tetapi yang membunuh tanpa harus menyebarkan penyakit, melainkan langsung saja menghilangkan nyawa tanpa hingar-bingar pertentangan yang membuat siapa pun merasa harus menghapus nyawa manusia untuk selama-lamanya.

Konon terdapat juga ilmu penyebar wabah yang juga disebut ilmu teluh ini, yang bahkan tidak memungkinkan seseorang bangkit lagi di alam kematian nanti. Betapa berkuasanya! Tetapi mungkinkah? Kukira ini hanya mungkin jika alam kematian itu ternyata tidak ada! Betapapun ilmu pembunuh ini sekarang telah memilih hanya menghilangkan nyawa manusia. Hewan ma¬sih hidup di bawah terangnya bulan, dan kuda mata-mata yang rupa-rupanya sangat terlatih tadi, telah memberikan kepadaku suatu penanda dengan cara menggerakkan ekor tiga kali.
Apa maknanya? Sejauh yang kuketahui, jika suatu penanda terus-menerus diulang, salah satu kemungkinannya adalah tanda bahaya! Sayang sekali, seperti pernah kukatakan, ilmu sihirku memudar seiring dengan tumbuhnya penalaranku; sebelumnya, ilmu sihir yang terserap atau diserapkan oleh Raja Pembantai dari Selatan di Yavabhumipala, bisa menanggapi serangan sihir macam apa pun, bahkan tanpa diriku harus menguasai atau mempelajarinya.

Apakah, seperti biasanya yang dikatakan tentang ilmu teluh, akan terlihat semacam bayangan yang tidak mewujudkan apa pun? Namun kukira semacam ubur-ubur raksasa tembus pandang, yang tentunya tidak kehijau-hijauan, melainkan kemerah-merahan, artinya kemerahan tergelap yang sulit dibedakan dengan kegelapan malam.

Jika memang keadaannya seperti itu, apakah yang bisa kulakukan? Tentu tiada lain selain menunggu, bukan karena menyerah, melainkan karena merupakan cara terbaik, jika memang teluh ini - kalau memang teluh - hanya menghilangkan nyawa manusia dan bukan hewan, termasuk kuda mata-mata yang telah mengingatkan diriku dengan memberikan tanda bahaya. Datanglah kepadaku, datanglah, karena diriku yakin, teluh atau bukan teluh, pembunuhan yang hanya membunuh manusia ini berasal dari manusia!

Gagasan ini tiada menimbulkan gagasan lain kepadaku selain membunuhnya pula!

Avalokita berkata:
di sinilah,

o, Sariputra

segala dharma ditandai dengan kekosongan;

tidak dihasilkan atau dihentikan,

tidak najis atau suci,

tidak kekurangan maupun kecukupan 1

Seekor kuda meringkik di tepi sungai, maka aku pun berkelebat ke sana. Aku tidak tahu di sebelah mana kuda itu ketika diriku tiba di sana, tetapi ringkik itu seperti hanya memberitahuku akan pemandangan tiada terduga.

Mula-mula hanya satu tubuh anggota Kesatuan Perompak Ular Sungai yang tampak mengambang di bawah cahaya bulan sabit yang tidak terlalu terang. Kemudian dua, empat, delapan, enambelas, tigapuluhdua, enampuluhempat mayat perompak berturut tampak mengambang. Apakah sedang terjadi pembasmian kelompok ini? Jika mayat ini terus bertambah, sudah jelas kelompok perompak yang dipimpin Selendang Setan ini akan musnah.

Namun apakah yang harus disayangkan dari musnahnya para perompak bukan? Aku teringat cerita tentang Kesatuan Perompak Ular Sungai yang selalu membagi hasil rampokannya kepada penduduk sepanjang sungai, tetapi seperti menjadi musuh abadi pe¬merintahan Wangsa Tang. Jadi siapakah yang telah membantai mereka? Saingan atau lawan sesama perompak dari golongan hitam, ataukah seorang pendekar yang sedang berniat melakukan tindak kepahlawanan?

Angin bertiup lebih lamban lagi, sehingga dapat kudengar bunyi yang ditimbulkan mayat-mayat itu, ketika menabrak badan kapal dan tersangkut di sana. Begitulah mayat-mayat itu sebagian menyangkut dan sebagian sama sekali tidak terseret ke tepian, melainkan seperti berlomba-lomba saling mendahului ketika terbawa arus menuju ke hilir. Dengan jumlah mayat yang mencapai ratusan, sudah jelas di sepanjang sungai ini akan berlangsung segala macam kegemparan... (bersambung)
________________________________________
1. Dari "Sutra Hati" dalam Edward Conze, Buddhist Scriptures [1973 (1959)], Page-163.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TELUH BAGI KAUM PEROMPAK (SERI 256)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari