google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 53 : KEHALUSAN DAN KEMERDUAN YANG SEMU (SERI 264) | Silat Naga Jawa

53 : KEHALUSAN DAN KEMERDUAN YANG SEMU (SERI 264)


KLIK pada gambar untuk membesarkan

TANPA disangka aku langsung masuk ke pertarungan silat tingkat tinggi yang tidak mengizinkan kelengahan sedikit pun, kecuali memang ingin kehilangan nyawa dengan cara mengenaskan, yakni kehilangan kepala. Padahal itulah yang akan terjadi, jika aku menoleh dan memalingkan kepala karena mendengar suara halus dan merdu yang mengajakku berbicara itu. Siapakah orangnya yang tiada akan menoleh ketika mendengar panggilan suara sehalus dan semerdu itu di tempat sesunyi ini? Kepastian itulah yang telah membangunkan diriku dari tidur-kesemuanku.

Seperti kecantikan, kehalusan dan kemerduan suara adalah semu, karena kemungkinannya yang besar untuk mengalihkan perhatian dari tujuan di balik kehalusan dan kemerduan itu, apalagi jika tujuan di baliknya tersebut tiada lain dan tiada bu¬kan adalah membunuh diriku!

Maka sikap seperti tidak mendengarnya adalah yang terbaik, meskipun sebenarnya aku mendengarkan dengan sangat amat baik. Melihat diriku bergeming, kudengar tawa lirih, yang tiada lain dan tiada bukan maknanya adalah pernyataan betapa dirinya sungguh mengerti tentang apa yang sedang aku lakukan.

"Tanpa caraku tadi, bagaimanakah caranya tempat ini bisa dibersihkan dari mayat-mayat tanpa guna itu? Semoga Pendekar Tanpa Nama dapat memaklumi, dan aku atas nama orang-orang bodoh, yang betapapun juga harus kutangisi setelah kubebaskan jiwanya dari peran mereka yang mengenaskan, minta maaf telah membiarkan mereka mengumbar kisah-kisah konyol mereka."

Aku tetap diam, tetapi dia lebih tenang, dan di sanalah dia tampak sebagai bukan orang sembarangan. Lawan yang menjadi gelisah karena tiada pernah mendapat jawaban akan berusaha mengatasi kegelisahannya dengan menyerang, dan itulah sebesar-besarnya kelengahan. Bukan sekadar karena setiap serangan memang membuka kelemahan, tetapi karena kegelisahan dan ketidakmampuan untuk mengatasinya bagi seorang pendekar adalah suatu kegoyahan.

Demikianlah pertarungan tingkat tinggi tidak hanya diukur dari kemampuan bergerak lebih cepat dari cepat, tetapi juga lebih lambat dari lambat, yang mengacu kepada ketenangan dalam bersikap, yang dapat diibaratkan ketenangan sebuah gunung. Siapa lagi orang ini? Dalam kediamanku aku tetap memelihara pikiranku. Rupanya lakon keluarga Sungai Ular sama sekali belum tamat dan masih berjalan sampai hari ini.

Kong Fuzi berkata:
seorang terpelajar yang menguasai banyak bacaan

dan pada saat bersamaan

mengetahui cara menyampaikan pelajarannya

tanpa menjadi upacara,

sepertinya, kupikir tidak akan terlalu keliru 1

Dari apa yang kudengar, ada dua tokoh yang tiada jelas keberadaannya. Pertama adalah kekasih dari ibunda Selendang Setan, yang menurut Pengemis Tua Berjenggot Putih lebih baik tidak diketahui siapa orangnya. Yang kedua siapakah guru adik tiri Selendang Setan yang terbunuh oleh Panah Wangi itu. Jika ia membunuh Pengemis Tua Berjenggot Putih dan Selendang Setan dalam hubungannya dengan urusan keluarga Ular Sungai ini, kurasa diriku harus tetap memastikannya. Artinya aku harus mengajaknya berbicara tanpa kehilangan kewaspadaan atas segala sesuatu yang dapat dilakukannya.

"Kematian mereka ditentukan sejak keduanya memilih jalan persilatan, yang telah memberikan kematian teradil atas segenap kekalahan dalam pertarungan," kataku, ''Kepada siapakah saya harus berterima kasih atas kesempatan merenungkannya?"

Terdengar lagi tawa lirih dari suara yang halus dan merdu itu.

"Pendekar Tanpa Nama, meskipun tiada bernama tetap ternamakan juga; tetapi diriku yang telah diberi nama dengan segala pengerahan pengetahuan atas kata, telah membuang nama itu dan memilih namaku sendiri, tetapi dunia persilatan ternyata menyebutku dengan nama yang lain lagi.''

"Sebuah nama adalah sebuah nama Puan, antara makna dan guna, akhirnya hanyalah penanda."

"Hmm. Aku tak tahu adakah Pendekar Tanpa Nama suka berbasa-basi, tetapi namaku jauh dari usaha menunjukkan kehendak yang baik."

Sampai di sini aku menunggu dengan tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi, karena dalam dunia persilatan ketakterdugaan adalah haluan bagi segala jurus. Nasib yang dialami Pengemis Tua Berjenggot Putih dan Selendang Setan telah menunjukkan apa yang bisa dilakukan dengan ketakterdugaan.

Ini adalah saat yang rawan, karena tiada dapat kupastikan, apakah dirinya akan menyerang sebelum menyatakan namanya, saat menyatakan namanya, atau setelah menyatakan namanya. Betapapun harus kuyakinkan diriku bahwa memang dirinyalah penebar teluh itu. Maka aku mendahuluinya.

"Aku tidak memaksamu menyebut nama, atau menjelaskan keterlibatan atas masalah ini," kataku tanpa menoleh, "tetapi katakanlah terus-terang wahai Puan, apakah dirimu yang telah mengakibatkan kematian ribuan orang tidak bersalah ini." (bersambung)
________________________________________
1. Arthur Waley, The Analects of Confucius [1989 (1938)], Page-121.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "53 : KEHALUSAN DAN KEMERDUAN YANG SEMU (SERI 264)"

Post a Comment

pembaca yang bijak, selalu menggunakan bahasa yang baik dan santun. Terima kasih.

Translate

Cari